Bloomberg Technoz, Jakarta - Bahana Sekuritas menyarakankan para investor untuk mengambil keuntungan dengan menjual saham di harga tertinggi (sell on strength).
Analis Satria Sambijantoro mengatakan, hal tersebut dilakukan untuk memanfaatkan posisi saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpapar sentimen larinya dana asing imbas stimulus ekonomi China.
"Untuk ekuitas Indonesia, inilah saatnya untuk mengunci keuntungan dan sell on strength," ujar Satria dalam catatannya, Rabu (2/10/2024).
Hingga tutup perdagangan, Pada Senin 30 September 2024, Bursa Saham China kompak bergerak melesat di zona hijau dengan optimisme amat tinggi.
Shenzhen Comp. misalnya, melonjak mencapai 10,9%. Kemudian, CSI 300 Saham China melesat 8,48%, dan Shanghai Comp. menguat 8,06%.
Satria memperkirakan bahwa reli bursa saham China tersebut, yang didukung oleh kebijakan pelonggaran dan stimulus ekonomi pemerintah setempat, tak akan bertahan cukup lama lantaran telah sampai pada titik jenuh beli atau overbought.
"RSI [Relative Strength Indeks] China sekarang berada di wilayah sangat overbought, sehingga ada potensi pembalikan arah," ujar dia.
Sementara, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Miftahul Khaer menilai, IHSG masih memiliki peluang untuk kembali menyentuh level 8.000.
Senada dengan Satria, sentimen stimulus China tidak bertahan lama.
"Sentimen ini kami kira hanya akan minor saja dan kemungkinan besar tidak akan berdampak cukup jauh pada kinerja emiten emiten perbankan dan IHSG," jelas Khaer.
Khaer tak menampik stimulus ekonomi Negeri Panda tersebut sempat menyebabkan para investor asing di Bursa Tanah Air keluar, yang turut membuat IHSG ambles dan sempat menyentuh level 7.500.
Hanya saja, kata dia, sentimen tersebut tak akan bertahan lama, termasuk terhadap saham-saham perbankan yang sebelumnya menjadi penyebab utama pemberat laju IHSG sepanjang pekan lalu.
Apalagi, tingkat pemulihan biaya kredit dan kelanjutan pemotong suku bunga masih dapat mampu menjadi katalis positif emiten perbankan.
"Sentimen suku bunga yang mulai diturunkan dan potensi perbaikan kualitas kredit kami kira masih menjadi katalis yang cukup positif yang bisa mendorong kinerja emiten perbankan pada tahun ini," ujar dia.
(ibn/dhf)