Vance berbicara dengan lebih mantap dan tampak lebih nyaman pada tahap awal—tetapi juga membuat mikrofonnya dimatikan, kemudian menyela, menantang moderator mengenai status hukum imigran Haiti di negara bagiannya.
Debat ini kemungkinan besar merupakan debat terakhir yang disiarkan di televisi dalam Pemilu AS dan menyusul pertarungan tunggal bulan lalu antara para perwakilan partai.
Debat Selasa ini menandai pertama kalinya Gubernur Minnesota Walz, 60 tahun, dan Senator Ohio Vance, 40 tahun, tampil di atas panggung bersama, tetapi keduanya telah saling menyerang selama kampanye.
Debat dibuka dengan perselisihan tajam mengenai Iran setelah Teheran menembakkan sekitar 200 rudal balistik ke Israel pada Selasa sebagai pembalasan atas serangkaian serangan dramatis ke Lebanon dalam beberapa hari terakhir dan pembunuhan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.
Eskalasi singkat tersebut mengancam akan memicu serangan baru karena Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah untuk membalasnya.
"Mereka yang paling dekat dengan Donald Trump-lah yang memahami betapa berbahayanya dia saat dunia sebegini berbahaya," kata Walz pada forum yang diselenggarakan CBS News di New York.
Vance mengalihkan pembicaraan dengan membicarakan biografinya, dan berusaha mempercantik citranya dengan mengatakan bahwa ia memiliki "rasa terima kasih yang luar biasa terhadap negara ini." Namun, ia membela pasangannya.
"Meskipun Gubernur Walz baru saja menuduh Donald Trump sebagai agen kekacauan, Donald Trump sebenarnya telah menciptakan stabilitas di dunia, dan ia melakukannya dengan membangun pencegahan yang efektif," ujar Vance.
Debat Terakhir
Kedua Cawapres adalah orang Midwestern yang membawa pandangan populis ke dalam Pemilu, di mana kondisi ekonomi menjadi isu utama dan di mana partai-partai sedang melobi para pemilih kerah biru di negara-negara bagian yang menjadi medan pertarungan, seperti Michigan, Wisconsin, dan Pennsylvania.
Mereka menghadapi tantangan yang sama: menggalang pendukung partai mereka sambil menghindari kesalahan langkah yang dapat merusak kandidat keduanya.
Jajak pendapat Bloomberg News/Morning Consult pada September di swing states menunjukkan bahwa Harris unggul atas Trump dengan 50% berbanding 47% di antara para pemilih di tujuh medan pertempuran yang kemungkinan besar akan menentukan Pemilu—kontes yang ketat dengan waktu lima minggu sebelum Hari Pemilihan dan pemungutan suara awal yang telah berlangsung di beberapa negara bagian.
Para kandidat juga memperdebatkan kebijakan-kebijakan perubahan iklim setelah Badai Helene, yang telah meluluhlantakkan negara-negara bagian di bagian tenggara Amerika.
Vance berulang kali menghindari pertanyaan mengenai apakah ia percaya perubahan iklim itu nyata, dengan mengatakan bahwa bagaimanapun juga ia ingin mengembalikan manufaktur dan memproduksi energi dalam negeri karena lebih bersih dibandingkan dengan produksi energi dari luar negeri.
"Kebijakan-kebijakan Kamala Harris justru menyebabkan lebih banyak produksi energi di China, lebih banyak manufaktur di luar negeri," ujar Vance.
Walz menggembar-gemborkan "investasi besar-besaran" di bidang teknologi kendaraan listrik dan manufaktur tenaga surya.
Imigrasi
Vance juga menyerang Harris dalam hal imigrasi, salah satu kerentanan politik terbesar Capres dari Partai Demokrat tersebut—dan menyinggung janji Trump untuk menyelesaikan pembangunan tembok perbatasan dan mendeportasi para imigran ilegal.
"Kami memiliki krisis imigrasi yang bersejarah karena Kamala Harris memulai dan mengatakan bahwa dia ingin membatalkan semua kebijakan perbatasan Donald Trump. Perintah eksekutif, menangguhkan deportasi, mendekriminalisasi orang asing ilegal, secara besar-besaran meningkatkan penipuan suaka yang ada di sistem kami," katanya.
"Saya telah mengunjungi perbatasan selatan lebih dari yang pernah dilakukan oleh 'pemimpin perbatasan' kita, Kamala Harris," ujar Vance.
Walz mengkritik Vance yang memicu ketegangan di Springfield, Ohio, negara bagian asal senator Partai Republik tersebut. Kandidat dari Partai Republik itu telah mempromosikan klaim-klaim yang tidak berdasar bahwa para migran Haiti di kota tersebut memakan hewan peliharaan warga.
Gubernur Minnesota menuduh Partai Republik "menyalahkan para imigran atas segala hal" dan mengkritik Trump karena telah mencabut rancangan undang-undang imigrasi bipartisan yang akan memberikan lebih banyak sumber daya untuk menangani krisis perbatasan dan meningkatkan keamanan di sana.
Dia menyebut bahwa sekolah-sekolah di kota tersebut telah menerima ancaman bom, sehingga memaksa gubernur Ohio mengirim penegak hukum untuk mengawal anak-anak.
Vance membalas dengan mengatakan bahwa "orang-orang yang paling saya khawatirkan di Springfield, Ohio, adalah warga negara Amerika yang kehidupannya dihancurkan oleh perbatasan terbuka Kamala Harris."
"Ada banyak sekali sekolah yang kewalahan, rumah sakit kewalahan, perumahan yang sama sekali tidak terjangkau karena kita membawa jutaan imigran ilegal untuk bersaing dengan orang AS untuk mendapatkan tempat tinggal yang langka," ujar Vance mengenai Springfield.
Senator ini menyebut pemukiman warga Haiti di Ohio, yang sebagian besar di antaranya berada di AS dengan status legal, sebagai "memfasilitasi imigrasi ilegal."
Akar ekonomi populis Vance—yang diselaraskan dengan Trump lebih dari Partai Republik tradisional—muncul dalam perdebatan tentang apakah akan mempercayai para ahli.
Walz mengkritik Trump karena memicu keraguan pada para ahli, dan Vance memanfaatkan momen ini untuk mendukung hal tersebut.
"Para ahli yang sama selama 40 tahun mengatakan jika kita mengirim basis manufaktur kita ke China, mereka berbohong tentang hal itu," kata Vance, mengkritik ketergantungan yang berlebihan pada impor barang-barang seperti obat-obatan. "Ini harus dihentikan, dan kita tidak akan menghentikannya dengan mendengarkan para ahli."
Salah Langkah dan Salah Pernyataan
Walz juga tergagap saat didesak mengenai klaim sebelumnya bahwa dia berada di Hong Kong selama protes pro-Demokrasi pada tahun 1989 di Lapangan Tiananmen, Beijing—kesalahan pernyataan Walz di masa lalu yang dimanfaatkan Partai Republik untuk menyerang dirinya.
Walz memberikan jawaban yang berbelit-belit yang juga mengiyakan beberapa pernyataannya yang lain, termasuk mengenai masa baktinya selama 24 tahun di Garda Nasional Angkatan Darat. "Saya tidak sempurna dan terkadang saya bodoh," katanya.
Ketika didesak oleh moderator mengenai jawabannya, Walz menambahkan, "yang saya katakan mengenai hal ini adalah ketika saya tiba di sana pada musim panas dan salah bicara mengenai hal ini."
"Jadi, saya berada di Hong Kong dan China ketika protes demokrasi berlangsung dan dari situ saya belajar banyak mengenai apa yang harus dilakukan dan apa saja yang harus dilakukan dalam pemerintahan," tambahnya.
(bbn)