"Penduduk usia produktifnya kan besar, tapi sisi permintaan lemah. Ada apa?" tanya Bhima.
Jadi, dia menegaskan bahwa deflasi ini bukan kesuksesan dalam mengendalikan inflasi dari sisi pasokan, melainkan tanda masyarakat sedang menahan belanja.
"Bahkan bukan lagi tahan belanja, tapi uang yang mau dibelanjakan masyarakat sudah berkurang porsinya," papar Bhima.
Menurut dia, masyarakat kelas menengah rentan sulit cari pekerjaan, sementara masyarakat kelas menengah atas menahan belanja karena khawatir situasi ekonomi memburuk.
Jika deflasi berlanjut, kata dia, maka pelaku usaha akan merevisi rencana bisnis mereka. Ini khususnya para pelaku usaha sektor makanan minuman, tekstil pakaian jadi, alas kaki hingga properti.
Sektor riil yang melesu tergambar dari indeks PMI manufaktur yang berada di bawah angka 50 atau sedang menurunkan pembelian bahan baku.
Sebagai informasi, BPS melaporkan deflasi yang terjadi pada September lebih dalam dibanding Agustus 2024. Ini membuat deflasi sudah terjadi selama 5 bulan berturut-turut. Catatan ini mendekati rekor terpanjang yaitu 7 bulan tanpa putus pada 1999, kala Indonesia masih dibekap krisis ekonomi-sosial-politik.
Sementara secara tahunan (year-on-year/yoy), Amalia menyebut terjadi inflasi 1,84%. Melambat dibandingkan Agustus yang sebesar 2,12% yoy.
“Harga BBM nonsubsidi mengalami penurunan pada September setelah sempat naik. Seiring peningkatan produksi, pasokan cabai rawit dan cabai merah merata,” kata Amalia.
(lav)