Departemen Perdagangan memutuskan untuk impor panel surya dari Thailand dan Vietnam, bea masuk baru ini berlaku mundur 90 hari ke belakang, mulai awal Juli.
Kasus bea masuk panel surya ini adalah upaya paling baru dari sektor manufaktur AS dalam menghadapi persaingan dari negara lain, setelah penerapan bea masuk serupa untuk panel surya asal China sekitar 12 tahun lalu.
Produsen China menjawab langkah itu dengan memindahkan pabrik mereka ke negara-negara Asia lain yang tidak terkena aturan bea masuk itu.
Perusahaan-perusahaan AS yang mengajukan permintaan bea masuk ke pemerintah ini tergabung dalam American Alliance for Solar Manufacturing Trade Committee seperti First Solar Inc, Hanwha Qcells USA Inc, dan Mission Solar Energy LLC.
Pejabat pemerintah China mengatakan bea masuk baru ini akan memperlambat transisi energi dan program memerangi perubahan iklim AS.
Kasus ini ditentang oleh sejumlah produsen panel surya asing dan pengembang pembangkit listrik ramah lingkungan domestik yang mengatakan bea masuk baru ini akan memberi keuntungan pada perusahaan-perusahaan lama AS karena biaya proyek pembangkit tenaga listrik surya meningkat.
"Kita memerlukan solusi efektif yang mendukung sektor manufaktur panel surya AS dan, di saat bersamaan, membantu kami menerapkan energi bersih pada skala dan kecepatan yang diperlukan dalam mengatasi perubahan iklim dan menyediakan permintaan listrik AS yang terus bertambah," kata Abigail Ross Hopper, Presiden Asosiasi Industri Energi Solar.
"Kami mengakui tantangan pangsa pasar yang dihadapi perusahaan-perusahaan domestik untuk jangka pendek, tapi tantangan makro kita tidak bisa diselesaikan oleh kasus-kasus itu saja," ujar Hopper.
Berdasarkan aturan baru yang dikeluarkan pada Selasa (1/10/2024), bea masuk awal untuk perusahaan yang tidak dirinci oleh Departemen Perdagangan adalah 8,25% untuk Kamboja; 9,13% untuk Malaysia; 23,06% untuk Thailand; dan 2,85% untuk Vietnam.
Sementara untuk perusahaan-perusahaan yang ditentukan Departemen Perdagangan adalah 14,72% untuk impor dari Hanwha Q Cells Malaysia Sdn Bhd; 3,47% untuk impor dari entitas JinkoSolar Holding Co Ltd di Malaysia; 0,14% untuk Trina SOlar Science $ Technology dari Thailand; dan 2,85% untuk Ja Solar Technology Co dari Vietnam.
Para analis mengatakan tingkat bea masuk awal ini secara umum lebih rendah dari perkiraan semula. Namun, seperti kasus-kasus sebelumnya, bea masuk akhir untuk sektor ini tampaknya akan lebih tinggi dari penilaian awal.
Seperti yang dijelaskan Tim Brightbill, pengacara pihak pemberi petisi, Departemen Perdagangan baru memulai penyelidikan terhadap dugaan subsidi yang baru diajukan.
"Kami yakin dalam keputusan akhir akan ada subsidi yang besar, tidak hanya pada keempat negara itu, tetapi pada produsen-produsen besar China," kata Brightbill. "Banyak perusahaan ini licin dalam menyembunyikan subsidi yang diterima dan asal subsidi itu."
Untuk importir besar seperti Trina dan JA, bea masuk awal ini "sangat rendah hingga hampir tidak berarti," tulis catatan KeyBanc Capital Markets.
Departemen Perdagangan sepakat dengan aliansi produsen lokal bahwa peningkatan impor dalam beberapa bulan terakhir menyebabkan "keadaan kritis"—satu tolok ukur dalam hukum perdagangan—dan menerapkan bea masuk yang berlaku mundur hingga 2 Juli terhadap impor dari Vietnam dam Thailand.
(bbn)