Selain IHSG, indeks lain yang melaju di jalur hijau adalah NIKKEI 225 (Tokyo), Topix (Jepang), PSEI (Filipina), SETI (Thailand), TW Weighted Index (Taiwan), KLCI (Malaysia), dan juga Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), yang berhasil menguat masing-masing 1,93%, 1,69%, 1,48%, 1,08%, 0,75%, 0,45%, dan 0,33%.
Dengan pencapaian positif itu, IHSG mencatat kenaikan tertinggi nomor satu teratas di ASEAN, dan menjadi nomor tiga di Asia, berdasarkan data Bloomberg, Selasa (1/10/2024).
Sejumlah saham menjadi pendukung utama IHSG melesat pada Sesi II siang hari. Saham-saham energi, saham barang baku, dan saham properti mencatatkan penguatan paling impresif, dengan masing-masing melesat mencapai 2,49%, 2,18% dan 1,02%.
Adapun saham-saham energi yang jadi pendorong penguatan IHSG ialah, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melonjak 17,2% dan saham PT Batulicin Nusantara Maritim Tbk (BESS) juga meroket 13,9%. Sama halnya, saham PT Indika Energy Tbk (INDY) lompat hingga 4,68%.
Sentimen yang mewarnai laju IHSG datang dari rilis data inflasi September pagi tadi.
Badan Pusat Statistik mengumumkan data inflasi RI pada periode September. Lebih dalam dari ekspektasi pasar sebelumnya, terjadi deflasi bulanan mencapai 0,12% mtm.
Pada Selasa, BPS memaparkan, deflasi pada September tercatat 0,12% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih dalam dibandingkan dengan Agustus yang juga deflasi 0,03%.
“Deflasi lebih dalam dari Agustus dan menjadi deflasi kelima pada 2024 secara bulanan,” terang BPS, di Jakarta, Selasa.
Adapun dibandingkan September tahun lalu (year-on-year/yoy), inflasi berada di 1,84%. Lebih rendah juga melambat dibandingkan Agustus yang sebesar 2,12% yoy.
Alhasil, inflasi IHK pada September secara tahunan tercatat di level di bawah 2%, pertama kalinya dalam hampir tiga tahun atau yang saat itu terjadi pada November 2021 lalu ketika perekonomian RI masih terbekap akibat pandemi Covid-19.
Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg menghasilkan median proyeksi inflasi bulanan pada September terjadi deflasi -0,03%. Sedangkan inflasi tahunan pada September diperkirakan 2%.
Deflasi selama 5 bulan disumbangkan oleh kelompok makanan-minuman dan tembakau, Harga Bahan Bakar Minyak (BBM), juga menjadi penyebab deflasi.
Sementara itu, terdapat komoditas yang memberi andil inflasi, diantaranya ikan segar, dan kopi bubuk dengan andil inflasi. Selanjutnya, biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi, tarif angkutan udara dan sigaret keretek mesin yang juga memberikan andil inflasi.
Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia masih konsisten di bawah 50% pada Agustus–September ini.
Pada Selasa pagi, S&P Global melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September bernilai 49,2.
PMI Manufaktur Indonesia sudah berada di area kontraksi selama 3 bulan berturut-turut kontraksi manufaktur terutama karena pelemahan permintaan baik dari dalam negeri maupun ekspor.
Penurunan kinerja industri manufaktur tersebut, berdampak besar terhadap masyarakat. Pasalnya, Pemutusan Hak Kerja (PHK) cukup marak baru-baru ini turut menyebabkan proporsi pekerja informal meningkat.
“Kondisi operasional Manufaktur masih menurun pada September, tercermin dari penurunan produksi dan pemesanan baru (new orders). Inventori di gudang dan barang jadi meningkat. Sementara pelaku industri menurunkan pembelian bahan baku,” ungkap S&P.
(fad/wep)