Berdasarkan data yang ditampilkan, Papua Tengah berada pada posisi keempat dengan deflasi sebesar 0,44% (mtm). Berikutnya, provinsi Papua tercatat mengalami deflasi sebesar 0,41% (mtm).
Sedangkan wilayah Papua Barat Daya merupakan satu-satunya wilayah di Papua yang tercatat mengalami inflasi sebesar 0,47% (mtm) di September 2024.
Inflasi yang terjadi di Papua Barat Daya, lanjut Amalia, didorong oleh inflasi ikan segar dan tarif angkutan udara.
“Secara umum kalau kita lihat komoditas pendorong deflasi Papua selaras dengan catatan nasional,” tutupnya.
Sebelumnya Amalia melaporkan terjadi deflasi 0,12% pada September dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). "Deflasi lebih dalam dari Agustus dan menjadi deflasi kelima pada 2024 secara bulanan," kata Amalia.
Ini membuat deflasi sudah terjadi selama 5 bulan berturut-turut. Catatan ini mendekati rekor terpanjang yaitu 7 bulan tanpa putus pada 1999, kala Indonesia masih dibekap krisis ekonomi-sosial-politik.
Sementara secara tahunan (yoy), Amalia menyebut terjadi inflasi 1,84%. Melambat dibandingkan Agustus yang sebesar 2,12% yoy.
“Harga BBM nonsubsidi mengalami penurunan pada September setelah sempat naik. Seiring peningkatan produksi, pasokan cabai rawit dan cabai merah merata,” kata Amalia.
(azr/lav)