“Semua orang tahu bahwa India akan menjadi yang terdepan untuk menertibkan peraturan mereka, dan itu adalah 1,5 miliar populasi yang akan dibuka oleh regulator kripto,” kata Sacheendran.
“Jika Anda melihat apa yang ditawarkan Thailand, dengan peraturan dan visa digital nomad, itu gila. Jika Anda melihat Indonesia, regulasi akan segera muncul, regulator terbuka, dan mereka menawarkan gaya hidup yang sangat yang sangat ekonomis.”
Negara-negara yang tersebut di atas memang telah makin membuka diri pada industri kripto, dengan Thailand memperkenalkan beberapa peraturan yang ramah untuk para investornya, termasuk mengizinkan manajemen aset lokal meluncurkan ETF yang dapat diperdagangkan di bursa bitcoin AS. Sebuah upaya memperluas penerimaan pajak atas perdagangan kripto ritel. Negara Asia Tenggara ini juga meluncurkan regulatory sandbox untuk menguji berbagai inovasi yang berkaitan dengan kripto.
Sementara itu, regulator keuangan Indonesia juga membuat regulatory sandbox pada bulan Maret untuk menilai perusahaan kripto sebelum mereka meluncurkan produk secara lokal. Tujuannya adalah untuk mendorong inovasi secara bertanggung jawab.
“Ini adalah salah satu alasan mengapa Timur Tengah menarik bagi banyak orang,” kata Sacheendran, yang berpengalaman sebagai manajer senior di Otoritas Regulator Keuangan (FSA) Abu Dhabi Global Markets (ADGM).
(fik/wep)