Logo Bloomberg Technoz

Berdasarkan data hasil konsensus 16 Ekonom/ Analis yang disurvei oleh Bloomberg sampai dengan pagi saat ini. September menjadi bulan yang kelima Indonesia ‘menderita’ deflasi.

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai deflasi, apapun sebabnya, merupakan hal negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, hal ini menunjukkan pemerintah tidak berhasil mengantisipasi perubahan.

"Sangat kuat tendensi bahwa deflasi ini dipicu oleh penurunan daya beli, apalagi tren deflasi ini terjadi sepanjang Mei, Juni, Juli, dan Agustus. Sangat sulit diterima pandangan bahwa terjadi suplai berlebih pada 4 bulan itu," ujar Wijayanto kepada Bloomberg Technoz baru-baru ini.

Pandangan terkait penurunan daya beli ini semakin kuat melihat indikator lain seperti Purchasing Managers' Index (PMI) yang konsisten di bawah 50% pada Agustus–September ini.

Pada Selasa pagi, S&P Global melaporkan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada September bernilai 49,2. 

PMI Manufaktur Indonesia sudah berada di area kontraksi selama 3 bulan berturut-turut kontraksi manufaktur terutama karena pelemahan permintaan baik dari dalam negeri maupun ekspor.

PMI Manufaktur Indonesia September (Sumber: S&P Global, Bloomberg)

Penurunan kinerja industri manufaktur tersebut, berdampak besar terhadap masyarakat. Pasalnya, Pemutusan Hak Kerja (PHK) cukup marak baru-baru ini turut menyebabkan proporsi pekerja informal meningkat.

Inflasi tahunan (year-on-year/yoy) September pun melambat. Konsensus Bloomberg yang melibatkan 31 Ekonom/ Analis menghasilkan median proyeksi di angka 2%. Lebih rendah dibandingkan Agustus sebelumnya yang sebesar 2,12%.

Dari global, pidato terbaru Gubernur Federal Reserve Jerome Powell tadi malam yang bernada cenderung Hawkish.

Seperti yang diwartakan Bloomberg News, pernyataan The Fed tampaknya menunjukkan pasar harus memikirkan pemangkasan setengah poin dan bukannya tiga perempat poin untuk di sisa tahun ini.

Para swap trader membatasi taruhan penurunan suku bunga yang telah diperdagangkan lebih dekat ke pergerakan tiga perempat poin sebelum pembukaan pasar AS di tengah menghadapi berbagai risiko, termasuk meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

Dari regional Asia, Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, para pengamat ekonomi memprediksi bahwa paket stimulus ekonomi yang diumumkan minggu lalu, ditambah dengan rencana emisi surat utang senilai 2 triliun yuan (US$ 285,2 miliar), seharusnya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sekitar 5%, sesuai dengan target Pemerintah. 

“Namun, Pemerintah China tetap dihadapkan pada tantangan untuk memecahkan masalah lemahnya permintaan domestik dan semakin tidak bersahabatnya lingkungan perdagangan global,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.

Data Caixin General Manufacturing PMI China melambat ke level 49,3, terendah sejak Juli 2023, dari level sebelumnya 50,4 di bulan Agustus, lebih rendah dari ramalan pasar 50,5. 

Selain itu, data Caixin General Services PMI China juga terjadi perlambatan ke level 50,3, terendah sejak September 2023, dari level sebelumnya 51,6 di bulan Agustus, dan lebih rendah dari perkiraan pasar 51,5.

Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, data ekonomi domestik terbaru belum mampu meredam capital outflow.

“Pelemahan Senin (30/9) memvalidasi indikasi minor bearish reversal. Waspadai target level dari minor bearish reversal tersebut pada kisaran 7400. Akan tetapi, IHSG berpotensi technical rebound ke kisaran 7550-7580 di Selasa (1/10) bersamaan dengan libur Bursa China,” tulisnya.

Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi ENRG, AKRA, PSAB, RAJA, dan TOWR.

(fad/aji)

No more pages