Logo Bloomberg Technoz

Padahal Deflasi, Tapi Ada Kemerosotan Daya Beli

Ruisa Khoiriyah
01 October 2024 07:40

Pedagang melayani pembeli sayur dan cabai keriting merah di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (18/4/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)
Pedagang melayani pembeli sayur dan cabai keriting merah di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (18/4/2023). (Bloomberg Technoz/ Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Fenomena masyarakat mayoritas memakai uang tabungan untuk membiayai pengeluaran hidup sehari-hari, disebut juga 'makan tabungan', ditengarai masih berlanjut di tengah makin banyak keluhan masyarakat di media sosial menyoal harga barang yang makin mahal serta kelesuan penjualan yang dialami para pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM).

Ada dugaan terjadi tekanan daya beli yang semakin dalam di tengah masyarakat. Deflasi yang terjadi selama empat bulan beruntun, dilihat sebagai salah satu indikasinya. Yakni, bahwa deflasi sejatinya terjadi karena masyarakat mengurangi belanja akibat kemerosotan daya beli, sehingga suplai barang naik dan menurunkan harga-harga.

Pada saat yang sama, keluhan akan masih mahalnya harga barang-barang juga nyaring terdengar. Mahalnya harga barang ditengarai membuat fenomena 'makan tabungan' masih berlanjut, terutama di kelas bawah dan menengah.

Mengacu pada data mingguan Mandiri Spending Index (MSI), indeks belanja masyarakat pada pertengahan September masih mencatat kenaikan yakni 7,9% dibanding akhir Agustus. Sedang bila dibandingkan akhir Juli lalu, kenaikannya mencapai 12,5%. Secara keseluruhan, MSI pada kuartal III-2024 tumbuh 48,7% year-on-year, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada kuartal II-2024 sebesar 28,3%.

Tren kenaikan belanja itu, terjadi di tengah indeks tabungan masyarakat yang masih tertekan. Sebagai perbandingan, indeks tabungan per individu kelas bawah, yakni nasabah dengan nilai saldo tabungan kurang dari Rp1 juta, hanya naik tipis ke 47,9 pada Juli.