Saat ini, harga batu bara diperdagangkan di kisaran US$130-US$150/ton, lebih rendah dari US$400/ton pada tahun 2022 ketika perang Rusia-Ukraina pertama kalinya terjadi.
Meski demikian, harga tersebut masih jauh lebih tinggi dari rata-rata $80/ton pada tahun 2017-2019.
Bahkan, keseimbangan harga baru ini terjadi ketika banyak negara barat yang menutup pembangkit listrik tenaga batu bara dan melemahnya ekonomi Tiongkok, sehingga hanya menyisakan permintaan dari negara-negara berkembang seperti India atau ASEAN.
"Pasokan baru batu bara juga tidak mungkin meningkat, sehingga kisaran harga baru ini kemungkinan besar bisa menjadi normal baru yang seharusnya disambut positif oleh para pemain yang ada," jelas Alvin.
Itu merupakan jawaban mengapa sebagian besar perusahaan batubara yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) menghasilkan laba yang jauh lebih baik pada tahun 2022-2024 dibandingkan dengan tahun 2017-2019.
Membaiknya laba bersih pada akhirnya juga menyebabkan imbal hasil dividen yang lebih tinggi bagi investor.
Salah satu emiten yang masih diuntungkan oleh prospek harga batu bara adalah, PT United Tractors Tbk (UNTR).
Entitas usaha PT Astra International Tbk (ASII) itu memang tengah mencari bisnis lain pengganti batu bara. Namun, ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Selama penantian ini, UNTR masih akan terimbas positif oleh stabilnya harga batu bara. Stabilnya harga membuat industri batu bara bisa terus menggeliat, hingga turut mempengaruhi permintaan alat berat.
Stabilitas harga juga berimbas positif terhadap entitas UNTR di sektor batu bara, yakni Tuah Turangga Agung.
Mempertimbangkan situasi tersebut, analis OCBC Sekuritas Budi Rustanto merekomendasikan buy saham UNTR dengan target harga Rp30.500/saham.
(red)