Hasil serupa juga terlihat dalam grafik total upah selama 15 tahun. Total upah dari skenario BAU cenderung turun secara drastis dan lebih kecil dibandingkan dengan skenario energi baru dan terbarukan atau renewable energy (RE) dan pengendali polusi udara atau air pollution control (APC).
Skenario BAU bagi upah pekerja menunjukan adanya peningkatan awal dan mencapai puncaknya pada tahun ke-3, sebesar Rp19,95 triliun (US$1,29 miliar) per tahun.
Namun, dalam tahun-tahun berikutnya, upah justru terus mengalami penurunan signifikan hingga hanya mencapai minus Rp60 miliar (US$3,87 juta) per tahun. Penurunan ini sangat besar karena mencapai 333 kali lipat dari pendapatan terbesar.
Permintaan Turun
“Penurunan yang mencolok ini kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya permintaan akan tenaga kerja karena dampak negatif yang mulai berpengaruh pada berkurangnya output atas semua sektor ekonomi dan produktivitas tenaga kerja yang menurun akibat beban biaya kesehatan," papar laporan tersebut.
Untuk diketahui, kondisi ketenagakerjaan di industri nikel Indonesia belakangan kembali menjadi sorotan, setelah Amerika Serikat (AS) melalui US Department of Labor (DOL) mengungkap adanya indikasi kerja paksa dalam sektor tersebut.
US DOL dalam laporannya menuding industri nikel di Indonesia menerapkan sistem kerja paksa. Laporan yang dilansir September itu memaparkan warga negara asing (WNA) asal China direkrut untuk bekerja di Indonesia, berdasarkan laporan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Namun, saat tiba di Indonesia, pekerja justru mendapatkan upah yang lebih rendah dari yang dijanjikan dengan jam kerja yang lebih panjang hingga mendapatkan kekerasan secara verbal dan fisik sebagai hukuman.
Laporan tersebut menyebutkan kerja paksa terjadi pada kawasan industri di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, di mana China memiliki kepemilikan mayoritas atas kawasan ini.
“Pekerja secara teratur mengalami penyitaan paspor oleh pemberi kerja dan mengalami pemotongan upah secara sewenang-wenang, serta kekerasan fisik dan verbal sebagai bentuk hukuman,” sebagaimana dikutip melalui laporan 2024 List of Goods Produced by Child Labor or Forced Labor.
(dov/wdh)