“Kalau lihat RUPTL 2021—2030, sampai 2025 PLN harus tambah 2,5 gigawatt [GW] kapasitas, sekarang aja belum ada segitu, yang baru ya,” ujarnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia mencapai 93 GW per semester I-2024 atau periode hingga Juni 2024.
Subkoordinator Penyiapan Perencanaan dan Kebijakan Ketenagalistrikan Nasional Kementerian ESDM Hasan Maksum menjelaskan 85% atau 79,75 GW dari kapasitas terpasang pembangkit listrik di Indonesia tersebut merupakan energi berbasis fosil.
Perincianya, 53% atau 49,88 GW berasal dari PLTU, 27% atau 25,24 GW berasal dari pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), dan 5% atau 4,64 GW berasal dari pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD).
Sementara itu, realisasi pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) adalah 15% atau 13,71 GW.
Pembangkit listrik berbasis EBT tersebut a.l. 7% atau 6,69 GW berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga minihidro (PLTM), dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH); 3% atau 2,6 GW berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP); 4% atau 3,41 GW berasal dari PLT Bio; dan 1% atau 0,61 GW dari PLTS.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia baru-baru ini mengatakan tengah mengkaji ulang ihwal wacana ekspor listrik rendah emisi dengan EBT, khususnya ke Singapura.
Adapun, pernyataan tersebut dilontarkan justru pada saat Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendorong adanya ekspor listrik, asalkan produsen tenaga surya dan rantai pasok atau supply chain dari negara tujuan ekspor mendirikan pabrik di Indonesia.
Menurut Bahlil, Kementerian ESDM menghendaki agar ekspor listrik EBT tetap sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia.
“Kalau di Republik [Indonesia] belum cukup atau belum paten, ya kenapa harus kita kirim ke luar? Jadi jangan kita ini jadi follower orang gitu loh. Kita harus jadi lokomotif Asean, bukan follower Asean gitu,” ujar Bahlil dalam agenda Green Initiative Conference 2024, Rabu (25/9/2024).
Bahlil memastikan kesepahaman ekspor listrik rendah emisi melalui PLTS ke Singapura tidak gagal walaupun terdapat kajian tersebut. Kendati demikian, Bahlil menggarisbawahi ekspor listrik ke Singapura masih sebatas nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU).
Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) secara resmi memberikan tambahan conditional approvals untuk impor listrik rendah emisi sebesar 1,4 GW dari Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan ekspor sebesar 3,4 GW listrik rendah emisi ke Singapura.
(dov/wdh)