Logo Bloomberg Technoz

Update Kasus

Mengutip dari situs resmi KADI, kasus baja yang melibatkan China dalam kurun setahun terakhir mencakup Sunset Review III Baja Lembaran dan Gulungan Canai Panas atau Hot Rolled Coil (HRC) per 19 Januari 2024.

Kasus tersebut memasuki tahapan proses penyelidikan dimulai dari Inisiasi Penyelidikan pada 6 Februari 2023 hingga Penyampaian Laporan Akhir Hasil Penyelidikan pada 19 Januari 2024. Sementara itu, hingga saat ini, status kasus tersebut adalah "masih dalam proses penetapan pengenaan".

Walhasil, untuk mengantisipasi hal ini, kata Danang, KADI senantiasa melakukan pemantauan berkala terhadap perkembangan impor baja dari China dan berkomunikasi dengan pelaku industri baja nasional. Komunikasi maupun diskusi ini dilakukan untuk memahami kendala di lapangan terkait dengan masuknya barang dumping.

Di samping itu, dia menegaskan KADI telah aktif melakukan penyelidikan terhadap impor baja yang terindikasi dumping, termasuk dari China.

"Saat ini terdapat beberapa produk baja asal China yang telah dan dalam proses dikenakan dengan rentang bea masuk [antidumping/BMAD] sekitar 6%—26%," jelas Danang.

Meski demikian, Danang juga menekankan efektivitas BMAD tidak hanya dilihat dari penurunan impor, tetapi juga kembali lagi melihat dari pada performa industri baja nasional setelah penerapan kebijakan tersebut.

"Berdasarkan informasi yang ada terdapat pertumbuhan produksi dan ekspor yang positif. Dalam kurun 5 tahun terakhir, ekspor produk baja tumbuh dari 5,99 juta ton pada 2019 menjadi 18,19 juta ton pada 2023," tuturnya.

Adapun, menurut Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) menyitir dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor produk baja pada semester I-2024 tmengalami peningkatan sebesar 38,3% dari 3,81 juta ton menjadi 5,27 juta ton secara tahunan pada periode yang sama atau year on year (yoy).

Dari sisi impor, disebut pula terjadi perkembangan positif di mana volume impor turun dari 3,91 menjadi 3,51 juta ton atau turun sebesar 10,2% (yoy) pada rentang yang sama.

Pertumbuhan produksi baja China./dok. Bloomberg

Bloomberg Intelligence (BI) belum lama ini menilai krisis baja China tengah menuju gelombang kebangkrutan dan mempercepat konsolidasi industri yang sangat dibutuhkan.

Hampir tiga perempat dari produsen baja di negara itu mengalami kerugian di paruh pertama dan kebangkrutan kemungkinan besar akan terjadi pada banyak di antaranya, Michelle Leung, analis senior di BI, mengatakan dalam catatannya.

Xinjiang Ba Yi Iron & Steel Co, Gansu Jiu Steel Group dan Anyang Iron & Steel Group Co menghadapi risiko tertinggi, dan dapat menjadi target akuisisi potensial.

Gelombang konsolidasi akan membantu Beijing mendorong lebih banyak konsentrasi pada industri bajanya, ujar BI. Pemerintah ingin lima perusahaan teratas menguasai 40% pasar pada 2025 dan 10 perusahaan teratas menguasai 60%.

Target-target ini terlihat "dapat dicapai," meskipun China masih akan berada jauh di belakang Korea Selatan dan Jepang dalam hal ini, kata Leung.

(prc/wdh)

No more pages