Pada Selasa esok, di pekan ini, Badan Pusat Statistik akan melaporkan data inflasi September yang diprediksi akan kembali mencatat deflasi 0,01% berdasarkan data hasil konsensus 11 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg sampai dengan pagi saat ini.
Apabila prediksi itu sesuai, maka rekor deflasi akan semakin panjang menjadi lima bulan berturut-turut.
Ekonom menilai fenomena deflasi beruntun, yang berpotensi terjadi kembali pada September 2024, tidak terbatas karena penurunan daya beli. Bisa juga disebabkan oleh perubahan pola belanja masyarakat, terutama golongan muda.
Selain itu, indikator produktivitas industri manufaktur yakni PMI Manufaktur juga tengah terkontraksi pada Agustus–September ini.
Penurunan kinerja industri manufaktur tersebut, berdampak besar terhadap masyarakat. Pasalnya, Pemutusan Hak Kerja (PHK) cukup marak baru-baru ini turut menyebabkan proporsi pekerja informal meningkat.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut, deflasi yang diprediksi terjadi pada September tersebut sejatinya juga disebabkan oleh penurunan harga komoditas pangan yang masih terus terjadi.
Investor juga mencermati dan wait and see data S&P Global, yang akan melaporkan indeks PMI Manufaktur Indonesia September. Data bulan ini akan menjadi pertaruhan akankah kontraksi manufaktur berlanjut untuk bulan ketiga atau akan turnaround kembali ekspansif.
Indonesia telah mencatat dua bulan berturut-turut kontraksi manufaktur terutama karena pelemahan permintaan baik dari dalam negeri maupun ekspor.
“Penurunan ekonomi manufaktur Indonesia memburuk selama Agustus, ditandai dengan penurunan paling tajam baik dalam pesanan baru maupun produksi selama tiga tahun,” terang Paul Smith, Direktur Ekonomi di S&P Global Market, dalam laporan awal bulan September lalu.
Sentimen Pasar Global
Dari global, pasar juga menunggu pidato Gubernur The Fed Jerome Powell yang dijadwalkan berpidato di Senin malam nanti. Investor amat menunggu petunjuk baru setelah pada pidato pekan lalu Powell tidak memberikan sinyal suku bunga pada pasar.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, komentar dari pejabat The Fed dalam lima hari belakangan tidak banyak mempengaruhi persepsi yang ada tentang lintasan Bank Sentral. Pada hari Jumat, Presiden The Fed St. Louis Alberto Musalem mengatakan bahwa ia mendukung penurunan suku bunga 'Secara bertahap' setelah pemotongan besar minggu lalu.
Sementara itu, Gubernur The Fed Michelle Bowman, menegaskan kembali pandangannya bahwa Ekonomi AS masih kuat. Pada Kamis, Jerome Powell tidak memberikan rincian tentang prospek ekonomi atau jalur kebijakan moneter selama pidato yang direkam sebelumnya.
Tim Research Phillip Sekuritas memaparkan, investor mencerna kabar baik dari rilis data Ekonomi AS terbaru yang memperkuat pandangan bahwa keputusan untuk menurunkan suku bunga oleh Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bukanlah respon terhadap pelemahan Ekonomi, melainkan respon dari tekanan inflasi yang sudah turun tajam
“Data Continuing Claims memperlihatkan jumlah orang yang sudah mencairkan tunjangan pengangguran paling tidak selama dua minggu beruntun naik menjadi 1,83 juta untuk minggu yang berakhir tanggal 14 September dari 1,82 juta pada minggu sebelumnya. Data-data Jobless Claims ini memberi indikasi bahwa pasar tenaga kerja AS tetap berada dalam kondisi yang cukup sehat,” mengutip riset harian Tim Research Phillip Sekuritas.
Di samping itu, sentimen permintaan konsumen AS terus meningkat pada September 2024, mencapai level tertinggi dalam lima bulan. Efek langsung optimisme yang lebih besar terhadap Ekonomi setelah pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve.
Index Sentiment pada September dari University of Michigan menguat menjadi 70,1 dari pembacaan awal sebelumnya 69 yang dirilis pada awal bulan ini. Angka terbaru yang dikeluarkan pada Jumat mengikuti indeks pada Agustus sebesar 67,9.
“Sentimen tampaknya mulai meningkat seiring dengan meningkatnya ekspektasi konsumen terhadap ekonomi,” kata Joanne Hsu, Direktur Survei, dalam sebuah pernyataan resmi mengutip Bloomberg.
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, stimulus-stimulus moneter di AS, Eropa dan China nampaknya belum sempat berdampak pada Manufaktur Indonesia di September 2024.
PMI Manufaktur Indonesia diperkirakan berada di 49,5 di September 2024, hanya ada kenaikan terbatas dari sebelumnya 48,9 di Agustus 2024. Selanjutnya, harga-harga terindikasi mengalami kenaikan di September 2024 dari kenaikan inflasi inti ke 2,6% yoy di September 2024 dari 2,02% yoy di Agustus 2024.
“Stimulus PBOC (Bank Sentral China) tersebut memicu peningkatan appetite pasar terhadap pasar modal Asia Timur, sehingga turut menekan IHSG sejalan dengan Net Sell investor asing signifikan dalam beberapa hari perdagangan,” tulisnya.
Rentang pergerakan IHSG diperkirakan melebar di kisaran 7.600–7.800, dengan pivot di 7.700 pada pekan ini.
Melihat hal tersebut, Phintraco memberikan rangkuman rekomendasi saham hari ini meliputi JSMR, ABMM, ERAA, TKIM, MAPA, dan MIDI.
(fad)