Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melemah dengan laju pelemahan yang terbatas di kisaran sempit. Wilayah koreksi terdekat rupiah ada di Rp15.140/US$ yang menjadi level support pertama. Sedangkan target pelemahan kedua akan tertahan di Rp15.180/US$.
Apabila kembali menjebol kedua support tersebut, rupiah berpotensi melemah lanjutan dengan menuju level Rp15.200/US$ sampai dengan Rp15.250/US$ sebagai support terkuat.
Jika nilai rupiah menguat hari ini, terdapat level resistance menarik dicermati pada level Rp15.100/US$ dan selanjutnya Rp15.070/US$.
Adapun dalam sepekan perdagangan, rupiah masih ada potensi penguatan optimis lanjutan ke resistance potensial ke level Rp15.000/US$.
Pekan ini, perhatian para investor akan banyak tertuju ke Amerika Serikat juga China. Diawali dengan laporan manufaktur di berbagai negara-negara utama, juga Indonesia.
AS akan melaporkan kondisi pasar tenaga kerja bulan Agustus yang dinilai akan menjadi tes pertama bagi Federal Reserve, apakah keputusan pelonggaran kemarin sudah tepat atau sebenarnya terlambat.
Untuk hari Senin ini, pasar akan menanti rilis data manufaktur China, data produksi industri dan penjualan ritel Jepang, juga pidato Gubernur The Fed Jerome Powell juga dijadwalkan berpidato. Pasar menunggu petunjuk baru setelah pada pidato pekan lalu Powell tidak memberikan sinyal apa-apa pada pasar.
Asing jual aset
Laporan data inflasi September akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik pada Selasa esok, 1 Oktober. Hasil konsensus ekonom yang dilansir oleh Bloomberg sampai tadi malam menghasilkan median estimasi -0,01% untuk Agustus.
Dengan kata lain, deflasi diprediksi berlanjut untuk bulan kelima beruntun yang kian mendekati rekor deflasi terpanjang sepanjang masa pada 1998 lalu karena krisis ekonomi.
Laporan S&P Global PMI manufaktur juga ditunggu karena akan memberi kejelasan apakah kondisi kontraksi yang sudah terjadi dua bulan berturut-turut akan berlanjut atau tidak.
Para investor asing di pasar portofolio sejauh ini terlihat mulai beringsut mengurangi posisi di berbagai aset domestik. Laporan Bank Indonesia, berdasarkan data transaksi 23-26 September 2024, investor nonresiden mencatat posisi jual neto sebesar Rp9,73 triliun.
Angka itu terdiri dari atas penjualan neto Rp2,88 triliun di pasar saham, lalu sebesar Rp1,30 triliun di pasar SBN, dan Rp5,55 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Alhasil, selama tahun 2024, berdasarkan data setelmen hingga 26 September lalu, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp57,13 triliun di pasar saham, Rp31,07 triliun di pasar SBN dan Rp193,60 triliun di SRBI.
(rui)