Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar menilai dua peristiwa  aksi pembubaran yang terjadi secara beruntun, yaitu pada Aksi damai Global Climate Strike atau Jeda Iklim Global dan Forum Tanah Air (FTA).

Menurut Wahyudi, situasi tersebut kian menunjukan suramnya jaminan perlindungan HAM bagi warganegara, khususnya pasca-Pemilu 2024, sebagai akibat tindakan kekerasan secara sewenang-wenang sekelompok orang, tanpa adanya upaya perlindungan yang memadai dari aparat negara.

Sedikitnya terdapat 4 bentuk dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dari peristiwa tersebut.

"Mencakup pelanggaran kebebasan berserikat dan berkumpul secara damai, hak untuk mengembangkan diri, hak untuk berkomunikasi, memperoleh informasi, dan menyampaikan informasi melalui berbagai saluran yang tersedia dan hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu," kata Wahyudi dalam keterangan resmi, Minggu (29/9).

Lebih jauh, Wahyudi menilai rentetan peristiwa di atas memperlihatkan ketidakseriusan kepolisian sebagai institusi penegak hukum dan pelindung masyarakat, untuk secara imparsial dan profesional melaksanakan kewajiban konstitusionalnya dalam perlindungan HAM. 

"Sinyalemen ini setidaknya dapat dibuktikan dari kegagalan untuk bertindak secara layak (failure to act) guna melindungi dan menjamin kebebasan warga negara untuk melaksanakan hak-hak konstitusionalnya. Dalam jangka panjang, kegagalan bertindak dalam menghentikan kekerasan tersebut akan mendorong terus terjadinya kekerasan dan tindakan-tindakan intimidasi serupa. Kekerasan tersebut terjadi dengan pola yang hampir serupa, diinisiasi oleh kelompok pro-kekerasan dan berakhir dengan penggunaan kekerasan terhadap kelompok yang menjadi sasaran aksi,"ujarnya.

Oleh karena itu, berdasarkan pada sejumlah identifikasi tersebut, ELSAM mendesak:

(1) Kepolisian melakukan penyelidikan dan penegakan hukum lebih lanjut terhadap tindakan pembubaran diskusi yang terjadi, untuk memastikan peristiwa serupa tidak lagi berulang di masa mendatang. Juga memastikan peningkatan pemahaman dan kapasitas aparat kepolisian dalam implementasi Perkap No. 8/2009, untuk menjamin internalisasi dan integrasi HAM dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian.

(2) Komnas HAM, dengan mempertimbangkan sifat kekerasan dan pelanggaran yang terjadi, menjalankan mandat dan fungsi pemantauan terhadap situasi yang terjadi, dan mendorong adanya rekomendasi yang bisa mencegah terus berulangnya peristiwa serupa (sesuai Pasal 89 UU No. 39/1999).

(3) Pemerintah memastikan komitmennya kembali dalam melaksanakan kewajiban konstitusional dan internasionalnya, untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan HAM, termasuk dalam pelaksanaan kebebasan berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat secara damai.

Diketahui sebelumnya, aksi damai Global Climate Strike atau Jeda Iklim Global digelar di Taman Menteng, Jakarta, pada Jumat (27/9). Aksi damai itu yang digelar sekitar siang hari, lalu  tiba-tiba dibubarkan oleh sekelompok orang tak dikenal.

Oknum tersebut memaksa massa bubar sambil merampas sejumlah properti aksi, seperti patung manekin, poster, dan dua unit pengeras suara (toa). 

Besoknya, pada Sabtu (28/9), aksi pembubaran oleh sekelompok preman juga terjadi ketika diskusi FTA di Kemang, Jakarta Selatan, tengah berlangsung. 

Saat itu dihadiri sejumlah tokoh yang kerap mengkritik pemerintahan Presiden Jokowi seperti Din Syamsuddin, Refly Harun, Said Didu, Soenarko, dan lainnya.

(dec/dhf)

No more pages