Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnya mengatakan telah melakukan diskusi dengan industri pemurnian atau smelter nikel di Weda Bay, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara untuk mulai beralih ke PLTS mulai 2025. Bahlil meminta agar smelter-smelter di sana bisa menggunakan PLTS di lahan bekas pertambangan.
Puncaknya, dia mengatakan smelter di Weda Bay bakal menggunakan bauran EBT pada kisaran 60% hingga 70%. Dalam kaitan itu, dia juga mengatakan pemerintah memang membuat peraturan penggunaan EBT dalam industri secara bertahap.
Akan tetapi, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai peralihan penggunaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara menjadi PLTS pada pabrik pemurnian atau smelter di Indonesia sulit dilakukan.
Anggota Dewan Penasehat Pertambangan APNI Djoko Widajatno menggarisbawahi smelter acapkali disebut 'rakus energi' karena membutuhkan energi yang besar, yakni mencapai 400 megawatt (MW) untuk single line. Sementara itu, PLTS membutuhkan lahan yang sangat luas untuk bisa menghasilkan energi yang besar.
“Kalau PLTS Cirata sekian hektare [ha] cuma 3,5 MW, kalau 3,5 MW butuh 400 ha. Jadi, 400 ha kali 3 [MW] berapa? Nah, apakah mungkin?,” ujar Djoko saat ditemui di Jakarta Pusat, dikutip Jumat (27/9/2024).
(dov/frg)