Logo Bloomberg Technoz

Krisis Baja China, Penambang Nikel RI Harus Rela Tahan Produksi

Dovana Hasiana
27 September 2024 13:30

Ilustrasi tambang nikel di Morowali Sulawesi Tengah (Dimas Ardian/Bloomberg)
Ilustrasi tambang nikel di Morowali Sulawesi Tengah (Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta Penambang nikel dinilai harus rela membatasi produksi bijih, untuk kemudian diproses dalam pabrik pemurnian atau smelter, di tengah kondisi industri baja di China yang tengah mengalami kontraksi hebat. 

Pengamat energi dari Asosiasi Pengamat Energi Indonesia (APEI) Ali Ahmudi Achyak mengatakan hal tersebut dilakukan untuk menyeimbangi kondisi pasokan di tengah permintaan yang mengalami penurunan dari China agar tidak terjadi oversupply dan menurunkan harga nikel.

Terlebih, kata Ali, mayoritas nikel yang diproduksi di Indonesia selama ini diekspor ke China.

“Mereka harus mau membatasi produksi, harus mau menahan. Itu kan bahan-bahan yang tidak basi, artinya dia biarkan saja ada di tanah kan tidak jadi masalah. Perusahaan tambang harus berani untuk mengatur kuota produksi sehingga untuk menyeimbangkan supply-demand,” ujar Ali kepada Bloomberg Technoz, dikutip Jumat (27/9/2024). 

Tambang nikel../Bloomberg-Ron D'Raine

Sekadar catatan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menyetujui rancangan kerja dan anggaran biaya (RKAB) pertambangan nikel untuk memproduksi sebanyak 240 juta ton bijih pada 2024.