Sejak saat itu, beberapa putaran perundingan juga telah berlangsung hingga tahun 2024 ini.
Bahkan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pada Juni 2024, telah mengeklaim perjanjian IEU-CEPA ini sudah 90% rampung.
Dalam putaran ke-17 perundingan IEU-CEPA yang berlangsung pada 26 Februari—1 Maret 2024 di Bandung, Jawa Barat; kedua belah pihak menyelesaikan tiga bab secara teknis dan mendorong diskusi akses pasar di bidang barang, jasa, dan investasi.
Ketiga bab tersebut yakni Bab Kerja Sama Sistem Pangan Berkelanjutan, Hambatan Teknis Perdagangan, dan Ketentuan Institusional.
Negosiasi Lambat
Meski peluncurannya telah terjadi 8 tahun silam, IEU-CEPA sebenarnya menandai langkah penting kedua belah pihak, tetapi pada proses perundingannya sebetulnya berjalan cukup lambat dan alot.
Terdapat sejumlah isu sensitif yang menjadi sumber perdebatan dalam meja perundingan. Salah satu isu utama adalah terkait dengan sektor agribisnis, khususnya kelapa sawit.
Uni Eropa, melalui berbagai regulasinya, menganggap produksi kelapa sawit di Indonesia berkontribusi pada deforestasi dan perubahan iklim, sementara Indonesia menegaskan industri kelapa sawitnya berperan penting dalam ekonomi nasional serta telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan keberlanjutan produksi.
Untuk diketahui, UU Antideforestasi UE atau EU Deforestation Regulation (EUDR), merupakan peraturan yang diterapkan oleh anggota Uni Eropa dengan tujuan untuk menghindari produk-produk tercantum yang dibeli, digunakan, dan dikonsumsi oleh warga Eropa yang berkontribusi terhadap deforestasi dan degradasi hutan di UE maupun secara global; serta sebagai langkah mereka untuk mengurangi emisi karbon yang disebabkan oleh konsumsi dan produksi komoditas terkait.
Imbasnya, ada sejumlah komoditas yang dinilai menyebabkan deforestasi di antaranya sawit, kopi, daging, kayu, kakao, kedelai dan karet.
Dengan demikian, kebijakan ini menjadi salah satu hambatan besar dalam perundingan IEU-CEPA karena Indonesia menganggap kebijakan tersebut tidak adil dan diskriminatif terhadap produk-produk kelapa sawit maupun turunannya.
Dikebut Bulan Ini
Berkaca pada lamanya proses perundingan kedua belah pihak, Zulhas—panggilan akrab Zulkifli Hasan — lantas menegaskan Kemendag akan terus mendesak agar negosiasi IEU-CEPA ini dapat dirampungkan segera, atau dengan kata lain pada September 2024.
Penyebabnya, kata Zulhas, negosiasi kerja sama perdagangan bergengsi tersebut berpotensi makin menantang pada masa pemerintahan yang baru di bawah presiden terpilih Prabowo Subianto.
Terlebih, salah satu program pemerintahan yang akan datang menjanjikan program B50 yakni bauran 50% solar dengan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) yang dikonversi menjadi biodiesel, sehingga Indonesia tidak perlu lagi mengimpor solar
"Enggak ultimatum [ke pihak UE, tetapi] kita kasih tahu. Karena kalau pemerintah baru, nanti akan lebih sulit lagi, saya kira. Pak Prabowo kan tahu sendiri. Kalau Pak Prabowo kan ingin agar CPO jadi B50, kan. Jadi kita penuhi, soal CPO enggak penting lagi," kata Zulhas ketika ditemui di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9/2024).
Pada saat yang sama, tutur Zulhas, dalam perundingan IEU-CEPA, Indonesia telah banyak memenuhi permintaan blok mata uang tunggal itu. Namun, permintaan terus menerus bertambah di setiap perundingan. Walhasil, hal itu membuat perundingan yang telah berjalan hingga hampir 9 tahun ini masih terus berjalan alot.
"Kita sudah banyak memenuhi permintaan. Kalau nambah lagi, nambah lagi, ya tentu repot ya. Kita ingin ini IEU-CEPA selesai, tetapi kan tergantung sananya juga, kan," tegas Zulhas.
(prc/wdh)