"Dengan demikian, kami melihat ketergantungan yang erat antara likuiditas yang tersedia di pasar untuk dapat disalurkan kepada demand kredit," ujar dia. " Apabila hal tersebut masih tertunda, mungkin kita melihat masih baru di 2025 awal.
Bank Indonesia sebelumnya resmi menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6% pada pekan lalu, diikuti juga dengan Bank Sentral Amerika (AS) yang memangkas suku bunga 50 bps.
Selain untuk penguatan stabilitas nilai tukar rupiah dan perkuat pertumbuhan ekonomi, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan itu juga berdasarkan adanya likuiditas yang memadai dan efisiensi perbankan, yang didorong publikasi asesmen transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK).
Meski begitu, laporan BI yang dilansir pekan lalu mencatat, terlihat masih terjadi kenaikan tingkat suku bunga untuk jenis kredit baru yang dijual oleh bank.
"Suku bunga kredit baru mengalami kenaikan sebesar 9 bps menjadi 9,09% pada Agustus 2024. Di tengah stabilitas Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), tren rata-rata suku bunga kredit baru masih berada di atas suku bunga kredit keseluruhan," kata BI.
Kenaikan suku bunga kredit baru terutama terjadi di kelompok bank BUMN dan bank swasta nasional (BUSN). Sedangkan bunga kredit di kelompok bank daerah (BPD) dan bank asing (KCBA) terindikasi turun.
Sementara tingkat SBDK pada Juli tercatat relatif stabil di 8,79% dari bulan sebelumnya di 8,80%. Kelompok bank BUMN dan swasta nasional mencatat tingkat SBDK yang stabil, bergerak di kisaran rata-rata SBDK industri.
(ibn/lav)