Logo Bloomberg Technoz

“Tapi di triwulan IV kalau kita melihat ada kesempatan menambah utang dalam kerangka pembiayaan tahun depan maka itu akan kita lakukan,” tegas Riko.

Tindakan itu, ia jelaskan diperbolehkan secara aturan karena tercantum dalam Undang-Undang APBN. Namun dalam penerbitan utang secara pre-funding hanya boleh dilakukan di triwulan IV.

“UU APBN sudah mengadopsi itu dalam pasal-pasalnya, tapi hanya boleh penerbitan di triwulan IV saja,” ujarnya..

Strategi Penerbitan Utang Tahun Pertama Prabowo

Riko menjelaskan pada tahun depan pemerintah akan menyusun target penerbitan utang baru per-triwulan dengan memeprtimbangkan targer perekonomian.

Dalam hal ini, ia menegaskan penerbitan utang bersifat fleksibel yakni dapat dilakukan secara front loading (besar di depan) atau back loading (lebih besar di belakang).

“Tapi ada satu kriteria lagi, kita harus membiayai pembiayaan jatuh tempo. Kombinasi-kombinasi itu yang membuat perhitungan jika dalam penerbitan utang itu apakah front loading atau back loading,” tutup Riko.

Sebagai informasi, pembiayaan utang pada 2025 dipatok pemerintah sebesar Rp775,9 triliun. Besaran tersebut tercatat naik Rp222,8 triliun atau 40,27% jika dibandingkan dengan outlook pembiayaan utang 2024 sebesar Rp553,1 triliun.

Pembiayaan utang yang berasal dari SBN direncanakan sebesar Rp642,5 triliun yang akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara.

Sedangkan pembiayaan utang melalui pinjaman pada tahun 2025 direncanakan sebesar Rp133,3 triliun, besaran ini naik 31,6% dibandingkan outlook pinjaman 2024 yang sebesar Rp101,3 triliun.

Secara lebih rinci, pinjaman tersebut akan dipenuhi melalui pinjaman dalam negeri sebesar Rp5,2 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp128,1 triliun.

(azr/lav)

No more pages