Ia menyampaikan wilayah yang akan mengalami puncak musim hujan pada November-Desember adalah sebanyak 303 Zona Musim atau 43,4% dari total Zona Musim yang meliputi Pulau Sumatera, pesisir selatan Jawa, dan Kalimantan.
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengatakan bahwa musim hujan akan datang lebih awal yang disebabkan antara lain oleh kondisi suhu muka laut Indonesia yang saat ini terpantau cukup hangat.
"Kalau kita lihat di wilayah Indonesia ini kondisi suhu muka lautnya cukup hangat. Kondisi tersebutlah yang menyebabkan mayoritas daerah zona musim memasuki awal musim hujannya lebih awal," tuturnya.
Indonesia adalah negara produsen sekaligus eksportir CPO terbesar dunia. Jadi kalau ada hal yang bisa mempengaruhi produksi CPO, pasti akan sangat mempengaruhi harga.
Sementara faktor lain yang mempengaruhi harga CPO adalah perkembangan harga minyak nabati lainnya. Kemarin, harga minyak kedelai di bursa Dalian (China) dan Chicago Board of Trade (Amerika Serikat) bertambah masing-masing 1,19% dan 0,93%.
Sedangkan harga minyak biji bunga matahari melejit 2,06%. Kemudian harga minyak rapeseed menguat 0,33%.
Saat harga minyak nabati pesaing makin mahal, maka keuntungan menggunakan CPO akan bertambah. Sebab, berbagai komoditas ini memang bisa saling menggantikan.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), CPO bertengger di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 59,45. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.
Akan tetapi, investor patut waspada karena indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 100. Sudah paling tinggi, amat jenuh beli.
Oleh karena itu, risiko koreksi harga CPO menjadi terbuka. Maklum, harga komoditas ini sudah melambung tinggi sehingga suatu saat pasti akan jatuh.
Cermati pivot point di MYR 4.069/ton. Jika tertembus, maka rentang MYR 4.026-4.003/ton bisa menjadi target support selanjutnya.
Adapun target resisten terdekat adalah kisaran MYR 4.082-4.094/ton.
(aji)