Para pengelola dana global masih menempatkan obligasi dari emerging market Asia sebagai salah satu favorit yang menjadi incaran di tengah pivot kebijakan bunga acuan di seluruh dunia.
Surat berharga Indonesia sejauh ini terbilang memiliki tingkat imbal hasil tinggi bila mengukur prospek inflasi yang melemah serta ketidakpastian eksternal yang mereda. "Ini adalah waktu yang tepat bagi investor global untuk terus menambahkan aset fixed income Asia dalam portofolio mereka," kata Navin Saigal, Head of Asia Macro BlackRock, seperti dilansir Bloomberg.
Selisih imbal hasil surat utang RI dengan AS saat ini bertahan di kisaran 266 bps, sudah banyak turun dari tadinya di kisaran 290an bps. Selisih imbal hasil itu kalah lebar dengan India yang saat ini tercatat mencatat spread dengan US Treasury sebesar 294 bps.
Investor asing membukukan belanja bersih dalam dua hari pekan ini, senilai total US$441,85 juta atau sekitar Rp6,7 triliun. Asing telah mencetak reli net buy dalam lima hari perdagangan yang berpuncak pada 19 September lalu, sehari setelah keputusan penurunan BI rate, dengan nilai belanja Rp9,53 triliun sehari, terbesar dalam lima tahun terakhir.
IHSG masih tertekan
Tekanan jual bukan hanya menekan pasar surat utang hari ini. Investor juga masih melanjutkan aksi jual di pasar saham. IHSG ditutup merah pada sesi pertama perdagangan dengan penurunan 0,23% ke level 7.723.
Beberapa saham yang masih banyak dilepas di antaranya BBRI, TLKM, BMRI, AMMN juga BBCA serta UNTR.
Sedangkan saham kakap BREN, PANI, GOTO, menjadi penyokong indeks sampai siang ini.
Tekanan yang berlangsung di pasar saham serta surat utang berdampak pada nilai tukar rupiah yang sudah tertekan rebound dolar AS di pasar global.
Rupiah spot masih tertekan ke level Rp15.184/US$, atau turun nilainya 0,56%. Pelemahan rupiah menjadi yang terdalam di Asia sejauh ini, bersama peso yang turun 0,21%, rupee India 0,08% dan yen Jepang 0,03%.
Selebihnya, mata uang Asia masih menguat terhadap dolar AS, dipimpin oleh won Korea yang naik 0,56%, yuan offshore 0,36%, dolar Singapura 0,27% dan yuan Tiongkok 0,26%. Baht juga masih naik 0,13%, disusul dolar Hong Kong dan ringgit yang bergerak tipis 0,02% dan 0,01%.
Tekanan yang berlangsung di pasar ini seolah menjadi pengingat tentang bulan September yang nyaris selalu 'merah' bagi investor. Setelah dipicu euforia pemangkasan bunga The Fed, energi penguatan harga aset di pasar terlihat makin menipis.
-- koreksi pada yield SBN.
(rui)