Logo Bloomberg Technoz

Pengamat pendidikan lainnya, Ina Liem, pun mengatakan dari zaman sebelum UN dihapus, banyak negara yang memang tidak menerima lulusan SMA Indonesia langsung ke S1.

"Misalnya UK dan beberapa universitas top di Australia. Lulus kelas 12, meskipun punya nilai UN, tetap harus melalui program pathway dulu seperti Foundation atau Diploma," kata Ina.

"Kalau patokannya syarat masuk ke Universitas di luar negeri, sekarang malah University of Melbourne bisa menerima lulusan SMA langsung ke program S1 asal nilai memenuhi, padahal dulu zaman UN tidak bisa," terangnya.

Ina menjelaskan Ujian Nasional (UN) menerapkan ‘one size fits all’ di pendidikan. Padahal kata dia, Indonesia ini pekerjaan rumahnya masih banyak. Seperti kesenjangan pendidikan antara Jawa dan luar Jawa masih tinggi.

"Masuk akal kah apabila ujiannya kita samakan secara nasional? Itu baru satu pertimbangan. Pertimbangan kedua, profil tiap siswa beda. Semua anak cerdas, tapi kecerdasannya berbeda: ada yang cerdas kinestetik, terampil membuat perhiasan, sepatu, ada juga yang pintar menjalin relasi, dsb. Apakah mau dievaluasi dengan 1 cara ujian, dalam kurun waktu 1-2 jam mengisi soal?,"kata Ina.

Jadi untuk menilai UN itu penting atau tidak, kata Ina jangan berpatokan pada 1-2 universitas luar negeri atau negara tertentu. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan.

"Yang sering disalahartikan, UN dihapus, bukan berarti tidak ada evaluasi di sekolah. Ibarat di hutan terdiri dari beragam binatang, kalau lombanya hanya lari, adilkah bagi kura-kura?,” ujarnya.

Sebelumnya pemilik akun TikTok @irwanprasetiyo membagikan cerita terkait banyak lulusan SMA tidak bisa lagi diterima langusng di Universitas Belanda karena Ujian Nasional dihapuskan. Hal tersebut dikarenakan, kurikulum SMA di Indonesia dianggap belum setara dengan Belanda.

"Gara-gara ujian nasional dihapuskan, lulusan SMA kita ga bisa lagi diterima langsung di universitas di Belanda,"dalam akun TikTok @irwanprasetiyo.

(dec/roy)

No more pages