Selain itu, investor yang terlibat adalah salah satu perusahaan terbesar produsen susu di Vietnam, di mana bila investasi berjalan lancar, Amran menargetkan produksi susu bisa mencapai 1,8 juta ton dalam tiga hingga lima tahun ke depan.
Untuk diketahui, Indonesia masih memenuhi kebutuhan susu dalam negeri dengan memasukan produk susu dari luar negeri sebanyak 3,7 juta ton per tahun. "Ini artinya kita memenuhi setengah kebutuhan impor per tahun" tegasnya.
"Kepada masyarakat Poso, masyarakat Sulawesi Tengah agar mengawal dengan baik. Perusahaan ini sudah memiliki cabang di Amerika, Selandia Baru, Rusia, dan Australia. Perusahaan ini perlu kita sambut dengan baik" pintanya.
Adapun, lanjut Amran, tujuan dari investasi ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani, menekan angka impor, membuka lapangan kerja, serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Pada kesempatan yang sama, Duta Besar RI untuk Vietnam, Denny Abdi, menyatakan keberhasilan investasi ini sangat bergantung pada lahan yang disiapkan.
Saat ini tersedia sekitar 6.000 hektare (ha) lahan yang dapat diperluas hingga 100.000 ha, dengan potensi produksi susu sebesar 1,8 juta ton dan nilai investasi mendekati US$1 miliar.
Sekadar catatan, pemerintah sebelumnya menyatakan sudah mulai menyiapkan 1,5 juta ha lahan peternakan sapi untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis pada 2025.
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono berkata lahan yang disiapkan itu akan menjadi mega farm, di mana skemanya pengadaan lahannya dilakukan baik melalui kerja sama maupun akuisisi.
Sudaryono mengatakan sebagian besar lokasi yang teridentifikasi berada di wilayah kepulauan timur Indonesia.
"Kita sudah identifikasi ada di kantong kita 1,5 juta ha untuk kita jadikan potensi lahan yang akan kita tawarkan. Terakhir ada 36 perusahaan, koperasi, dan seterusnya yang sudah komitmen untuk memasukkan sapinya ke Indonesia," ungkap Sudaryono usai rapat bersama Komisi IV DPR RI, Kamis (12/9/2024).
Sudaryono memerinci ada area eksisting —seperti perkebunan kelapa sawit — yang akan dimanfaatkan untuk peternakan sapi tanpa harus menutup operasi perkebunan.
"Sawitnya tetap di situ, cuma dia pelihara sapi di situ juga. Kan peternakan ini enggak menebang apa-apa. Jadi kita jadikan mereka paling mungkin ya dia bikin kandang, begitu. Itu juga luasnya enggak sampai puluhan ha, paling 1—2 ha untuk kandangnya. Sisanya kan untuk dilepas dan kemudian juga untuk sumber pakan dan seterusnya,” katanya.
Lokasi peternakan sapi skala besar yang sudah diindentifikasi pemerintah sejauh ini mencakup Kelantan (salah satu kecamatan di Sumatra Utara), Blora, di Jawa Timur, dan Pulau Aru.
"Jadi 1,5 juta ha itu tersebar, tidak satu hamparan. Terpecah-pecah; ada yang 10.000 ha, ada yang 100.000 ha; ada yang 20.000 ha, ada yang 13.000 ha, ada yang 3.000 ha, ada yang cuma 2.000 ha, 1.500 ha, dan seterusnya. Itu total di kita sudah teridentifikasi ada 1,5 juta ha," tuturnya.
Lebih lanjut, Sudaryono mengatakan pemerintah juga akan memikirkan masalah ketersediaan rumput dan pakan ternak untuk sapi-sapi impor di lahan seluas 1,5 juta ha tersebut. Dia menggambarkan setiap impor sapi sebanyak 50.000 ekor, perusahaan akan berinvestasi kandang dan pakan juga di tempat yang sama.
"[Hal] yang jelas kita ada dalam kaitannya untuk peningkatan untuk kesiapan kita dalam penyediaan daging dan susu untuk [program] Makan Bergizi Gratis," ujarnya.
Sudaryono menambahkan Kementan bakal membuka ruang bagi perusahaan swasta maupun badan usaha milik negara (BUMN) dan koperasi untuk berpartisipasi mendatangkan sapi hidup ke Tanah Air, tanpa menggunakan dana APBN.
(prc/wdh)