Logo Bloomberg Technoz

Sampai dengan kuartal I-2024, BPDPKS telah menyalurkan insentif biodiesel senilai Rp1,39 triliun

Eddy tetap menegaskan bahwa kebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor ini diharapkan dapat mendongkrak pengiriman komoditas CPO dan derivatifnya di tengah persaingan pasar minyak nabati global.

"Tujuan utama dari kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan daya saing CPO dan produk turunan terhadap minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai, dan lain-lain, mengingat adanya kecenderungan penurunan harga dari minyak kedelai karena meningkatnya produksi atau suplai," ungkapnya. 

Penurunan harga minyak kedelai jadi sentimen pemberat harga CPO./dok. BMI

Di sisi lain, ekonom sekaligus pakar kebijakan publik Universitas Pembangunan Negeri Veteran Jakarta (UPNJ) Achmad Nur Hidayat menilai pemangkasan pungutan ekspor CPO memang bisa meringankan beban eksportir minyak sawit.

"Namun, pemangkasan pungutan ekspor ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait dengan masa depan keberlanjutan program bioodiesel di Indonesia. Dana yang dikumpulkan dari pungutan ekspor selama ini digunakan untuk mendanai subsidi biodiesel," kata Achmad.

Dengan berkurangnya pendapatan dari pungutan ekspor CPO tersebut, Achmad menilai kemampuan pemerintah melalui BPDPKS untuk menyubsidi program biodiesel—seperti B30, B40, dan seterusnya — dapat terganggu.

"Ini bisa menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan program biodiesel pada masa depan, terutama jika pemerintah tidak segera mencari sumber pendanaan alternatif, seperti pajak karbon atau kebijakan lainnya," jelasnya.

"Dengan demikian, meskipun kebijakan ini memberikan dorongan bagi sektor sawit dalam jangka pendek, terutama dalam hal peningkatan daya saing ekspor, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap program energi berkelanjutan di Indonesia."

Untuk diketahui, Indonesia memungut bea keluar (BK) dan pungutan tambahan atas ekspor kelapa sawit. Referensi atas pungutan—rata-rata tertimbang berdasarkan harga minyak kelapa sawit — ditetapkan setiap bulan oleh Kementerian Perdagangan untuk menghitung bea keluar.

Adapun, pemangkasn pungutan menjadi US$63/ton dari US$90 per ton untuk September. Pungutan untuk produk kelapa sawit olahan akan berkisar antara 3% dan 6%. Peraturan baru ini berlaku mulai 22 September.

Segala perubahan ini akan membantu Indonesia menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan negara tetangganya, Malaysia, yang merupakan produsen terbesar kedua.

Hal ini dapat menambah tekanan lebih lanjut terhadap harga minyak sawit berjangka, yang telah turun lebih dari 10% di Kuala Lumpur sejak harga tertinggi pada April.

Perincian Tarif Pungutan Baru CPO dkk:

  • CPO, minyak sawit kernel, minyak limbah pabrik kelapa sawit, minyak tandan kosong, residu minyak sawit asam tinggi : pungutan 7,5%.
  • Olein sawit mentah, stearin sawit mentah, olein inti sawit mentah, stearin inti sawit mentah, distilat asam lemak sawit, distilat asam lemak inti sawit, produk split, dan minyak goreng bekas pakai : pungutan 6%.
  • Refined Bleach and Deodorized (RBD) palm olein, RBD palm oil, RBD palm stearin, RBD palm kernel oil, RBD palm kernel olein, RBD palm kernel stearin :  pungutan 4,5%.
  • RBD palm olein bermerek dalam kemasan dengan berat bersih 25 kg atau kurang dan biodiesel asam lemak metil ester : pungutan 3%.

(wdh)

No more pages