Menurut Matt Maley dari Miller Tabak + Co, sepertinya reli akan sulit berlanjut. Apalagi laba emiten diperkirakan turun seiring suku bunga tinggi.
Sejauh ini, rata-rata laba bersih emiten AS sudah 1% di bawa ekspektasi. Demikian tulis riset Bank of America Corp.
Mark Wilson, Strategist Morgan Stanley, menilai investor belum menghitung data ekonomi yang melemah. Optimisme saat ini semata hadir karena bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang diperkirakan memperlambat laju pengetatan kebijakan moneter, reopening di China, serta depresiasi mata uang dolar AS. Namun setelah 2023 yang menantang, Wilson memperkirakan reli akan terjadi pada 2024.
“Pasar menguat akhir-akhir ini karena reopening di China, penurunan harga energi, dan perlambatan laju inflasi. Ini membuka harapan soft landing dan penurunan suku bunga. Namun pasar masih rentan terhadap kejutan, dan tidak siap jika resesi terjadi,” tegas Wilson.
Pasar memperkirakan The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) dalam rapat 31 Januari-1 Februari. Beberapa pejabat teras The Fed memberi indikasi bahwa suku bunga acuan akan memuncak di atas 5% dan bertahan di sana untuk beberapa waktu.
Akan tetapi, sejumlah pelaku pasar masih percaya bahwa suku bunga acuan akan bertahan lama di atas 5%. Ada kemungkinan The Fed akan menurunkan suku bunga secara agresif pada akhir tahun.
“Investor harus waspada dan menjaga ekspektasi penurunan suku bunga. The Fed masih akan restriktif untuk memerangi inflasi,” kata Jason Pride, Chief Investment Officer di Glenmede.
Sementara itu, Menteri Keuangan AS Janet Yellen menyambut positif perkembangan inflasi yang melambat. Tekanan harga energi dan rantai pasok sudah mereda, sedangkan pasar tenaga kerja AS tetap kuat.
(aji)