Sejumlah saham mencatat kenaikan luar biasa dan menjadi top gainers. Di antaranya adalah PT Indo Straits Tbk (PTIS) yang melonjak 25%, PT Mandala Multifinance Tbk (MFIN) dan PT Tempo Inti Media Tbk (TMPO) melesat masing-masing 24,6% dan 221% serta PT Bank J Trust Indonesia Tbk (BCIC) bertambah 16,1%.
Sedangkan sejumlah saham yang melemah dan menjadi top losers di antaranya PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) yang anjlok 12,3%, PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSPT) jatuh 10,3%, dan PT PP Properti Tbk (PPRO) ambruk 10%.
IHSG menjadi sedikit dari Bursa Asia yang tertekan dan ditutup di zona merah, KOSPI (Korea Selatan), Straits Time (Singapura), PSEI (Filipina), TOPIX (Jepang), dan NIKKEI 225 (Tokyo), yang terpangkas masing-masing 1,34%, 1,11%, 0,94%, 0,23%, dan 0,19%.
Sementara Bursa Saham Asia lainnya berhasil melesat di zona hijau, i.a CSI300 (China), TW Weighted Index (Taiwan), Shenzhen Comp. (China), Shanghai Composite (China), Ho Chi Minh Stock Index (Vietnam), Hang Seng (Hong Kong), KLCI (Malaysia), SETI (Thailand), dan SENSEX (India), menguat masing-masing 1,48%, 1,47%, 1,24%, 1,16%, 0,82%, 0,68%, 0,18%, 0,09% dan 0,05%.
Dengan demikian, IHSG adalah indeks dengan pelemahan terdalam keempat di Bursa Asia, ada di antara deretan saham Jepang dan Korea Selatan.
Stimulus China
Salah satu sentimen yang mewarnai laju indeks dalam negeri hari ini adalah datang dari regional Asia, Euforia pasar (Terutama Saham China) terlihat menyusul langkah pengucuran stimulus oleh Bank Sentral China yang dipercaya dan bertujuan bisa berdampak membangkitkan ekonomi negeri itu.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Bank Sentral China memangkas suku bunga acuan pada pinjaman kebijakan satu tahun sambil menarik likuiditas bersih melalui fasilitas pinjaman. Pasalnya otoritas moneter bergeser ke alat jangka pendek dalam perombakan kerangka kebijakannya.
People's Bank of China (PBOC) memangkas suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah menjadi 2% dari sebelumnya 2,3%, menurut pernyataan pada Rabu.
Gubernur Bank Sentral China (People's Bank of China/PBOC), Pan Gongsheng, mengumumkan beberapa kebijakan untuk mendorong pinjaman dan meringankan beban utang yang ada. Kebijakan tersebut mencakup pemotongan Rasio Persyaratan Cadangan (Reserve Requirement Ratio/RRR), pemangkasan suku bunga kebijakan tujuh hari, serta penurunan suku bunga KPR untuk pinjaman yang sudah ada.
Pan juga menyatakan kemungkinan adanya pemotongan RRR lebih lanjut.
Selain itu, Pan mengumumkan dukungan likuiditas sebesar setidaknya 500 miliar yuan (mencapai Rp1.078 triliun) untuk sektor saham. Sebuah fasilitas swap akan dibuka untuk memungkinkan perusahaan sekuritas, dana, dan asuransi mendapatkan akses ke PBOC untuk membeli saham.
Ia juga menyebutkan bahwa otoritas sedang mengkaji pembentukan dana stabilisasi saham
Bank Sentral China telah mengumumkan kebijakan stimulus yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mendorong perekonomian, di tengah upaya berani otoritas setempat untuk mencapai target pertumbuhan tahunan 5%.
IHSG Terkena Efeknya?
Di balik itu, merahnya IHSG di sepanjang hari ini, dinilai akibat imbas adanya stimulus ekonomi China, yang menyebabkan aliran dana asing beralih ke Negeri Panda tersebut.
“Stimulus pasar saham China malah membuat asing lari ke sana,” terang Fixed Income dan Macro Strategist Mega capital Sekuritas Lionel Priyadi kepada Bloomberg Technoz.
Senada, Mirae Asset Sekuritas Indonesia dalam riset terbaru bertajuk Mirae Asset Flash Focus memaparkan perihal penurunan harga saham bank yang amat deras siang ini, “Hari ini (25/9/2024), saham perbankan besar dilanda aksi jual,” jelas Mirae.
Hal ini diperkirakan karena aksi jual asing sehubungan dengan pelonggaran moneter yang dilakukan Bank Sentral China, yang mengupayakan perbaikan pertumbuhan ekonomi China.
Meski demikian, Analis Mirae Asset melihat net sell asing ini hanya sementara dan dapat dimanfaatkan sebagai moment buy on dip di saham-saham perbankan.
Fenomena ini dinilai tidak akan bertahan lama. Lionel mengatakan, IHSG masih akan mampu bergerak ke level 8.000, yang dipicu oleh momentum penurunan kembali suku bunga The Fed hingga 0,5% pada November dan Desember.
“Masih banyak momentum untuk ke 8.000, karena The Fed diperkirakan masih memangkas suku bunga acuannya lagi di November dan Desember,” jelas Lionel.
“Bank Indonesia mungkin akan ikut, dan market sedang spekulasi BI cut Oktober,” tambahnya.
(fad/wep)