Logo Bloomberg Technoz

“Belum ada [kesepakatan ekspor listrik ke Singapura], yang ada cuma MoU, kan tidak mengikat kan? Kesepahaman. [Namun] tidak batal, semua berpotensi baik-baik saja ya,” ujar Bahlil. 

Sambutan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia saat serah terima jabatan di Kementerian ESDM, Senin (19/8/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Menurut Bahlil, secara prinsip ekspor listrik EBT ke Singapura tersebut tidak memiliki masalah, tetapi Indonesia dinilai harus berhati-hati dengan mengkaji dan melihat kepentingan serta kebutuhan nasional.

Bahlil menggarisbawahi kajian ekspor listrik EBT dilakukan karena seluruh perangkat regulasi berada di Kementerian ESDM.

“Setelah itu kita lihat nilai ekonominya dan kepentingan negara kita, setelah itu baru kita merumuskan, nanti ada pemerintah Indonesia yang akan membicarakan dengan negara mana aja yang dituju,” ujarnya.

Menurut Bahlil, ekspor listrik EBT juga serupa dengan kebijakan dalam nikel, di mana Indonesia memutuskan untuk menghentikan ekspor bijih nikel dan mendapatkan keuntungan karena nilai ekspor yang meningkat.

“Nilai ekspor kita dari 2017—2018 itu hanya US$3,3 miliar. Pada 2023, sekarang sudah masuk 2024, saya pastikan minimum US$40 miliar, sekarang sudah US$34 miliar. Kalau US$40 miliar itu sama dengan asumsi kursus Rp15.000, itu sama dengan Rp600 triliun,” ujarnya.

Sebelumnya, anak buah Luhut di Kemenko Marves mengonfirmasi telah memberikan izin terhadap sejumlah perusahaan untuk mengekspor energi bersih ke Singapura, setelah sempat keberatan dengan rencana tersebut.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan rencana ekspor energi bersih ke Singapura merupakan bagian dari upaya kolaborasi sektor energi di Asean.

“Mudah-mudahan [dalam waktu dekat] kita akan melihat salah satu contoh konkretnya, yaitu ekspor energi ke Singapura. Jadi beberapa perusahaan telah mendapatkan persetujuan untuk melakukannya,” ujarnya di sesi konferensi pers Indonesian Sustainability Forum (ISF), Kamis (7/9/2023).

Selain itu, Singapura melalui Energy Market Authority (EMA) secara resmi memberikan tambahan conditional approvals untuk impor listrik rendah emisi sebesar 1,4 gigawatt (GW) dari Indonesia.

Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Kedua Perdagangan dan Industri Singapura Tan See Leng tambahan impor listrik itu bakal berasal dari 2 proyek a.l. Singa Renewables Pte Ltd, atau sebuah perusahaan patungan antara TotalEnergies dan RGE serta Shell Eastern Trading (Pte.) Ltd, bekerja sama dengan Vena Energy.

“Ketika sudah siap, dua proyek ini akan ekspor total tambahan 1,4 gw listrik rendah emisi dari Indonesia ke Singapura,” ujar Leng dalam agenda Indonesia International Sustainability Forum 2024, Kamis (5/9/2024).

Dengan demikian, Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan ekspor sebesar 3,4 GW listrik rendah emisi ke Singapura.

Daftar Perusahaan:

  1. Pacific Medco Solar Energy Pte Ltd, dibentuk oleh PacificLight Renewables Pte Ltd, Medco Power Global Pte Ltd dan Gallant Venture Ltd dengan kapasitas 0,6 GW;
  2. Adaro Solar International Pte Ltd, dibentuk oleh PT Adaro Clean Energy Indonesia dengan kapasitas 0,4 GW;
  3. EDP Renewables APAC dengan kapasitas 0,4 GW;
  4. Vanda RE Pte Ltd, dibentuk oleh Gurin Energy Pte Ltd dan Gentari International Renewables Pte Ltd dengan kapasitas 0,3 GW;
  5. Keppel Energy Pte Ltd dengan kapasitas 0,3 GW;
  6. Singa Renewables Pte Ltd, atau sebuah perusahaan patungan antara TotalEnergies dan RGE dengan kapasitas 1 GW; dan
  7. Shell Eastern Trading (Pte.) Ltd, bekerja sama dengan Vena Energy dengan kapasitas 0,4 GW.

(dov/wdh)

No more pages