Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang hari ini, Rabu (25/9/2024), dinilai akibat imbas adanya stimulus ekonomi China, yang menyebabkan aliran dana asing beralih ke Negeri Panda tersebut.

"Stimulus pasar saham china malah membuat asing lari ke sana," ujar Fixed Income dan Macro Strategist Mega capital Sekuritas Lionel Priyadi saat dihubungi. 

Sejak pembukaan perdagangan pagi, IHSG sudah tertekan dengan rentang perdagangan di area level 7.779 sampai dengan terlemahnya menyentuh 7.633.

Pelemahan tersebut tak lain disebabkan karena hanya ada 217 saham yang menguat, sementara 358 saham melemah, dan 212 saham stagnan.

Total sebanyak 19,85 miliar saham ditransaksikan dengan dengan nilai Rp11,17 triliun. 

Sektor keuangan, termasuk saham big banks menjadi pemberat utama laju IHSG. Saham BBRI anjlok 4,98%. Kemudian, saham BMRI juga anjlok 4,04%. Saham BBNI dan BRIS masing-masing juga anjlok 3,88% dan 2,25%.

Berdasarkan data Bloomberg, BBRI menjadi saham pemberat atau laggard laju IHSG saat ini dengan menekan sebanyak 39,67 poin, diikuti posisi kedua oleh BMRI dengan tekanan 24,49 poin. Sementara, BBNI menekan 8,91 poin.

Jeffrosenberg Chenlim, kepala riset di PT Maybank Sekuritas Indonesia, pergerakan empat saham bank besar yang turut memperburuk IHSG juga karena adanya ekspektasi melemahnya penyalruan kredit.

"Pertumbuhan pinjaman korporasi yang cepat, yang telah kita lihat tahun ini mungkin melambat menjelang akhir tahun 2024 dan hingga tahun 2025 karena itu akan menghabiskan likuiditas di sektor perbankan," jelas Jeffrosenberg.

"Rasio pinjaman terhadap simpanan sektor perbankan akan meningkat dan itu akan membatasi kemampuan bank untuk memperpanjang kredit."

Penurunan tersebut juga terjadi bersamaan dengan pengumuman oleh Gubernur bank sentral China atau People's Bank of China (PBOC), Pan Gongsheng, yang memberikan paket stimulus untuk mendorong perekonomiannya yang sedang lesu, termasuk dukungan likuiditas sebesar setidaknya 500 miliar yuan (sekitar Rp1.078 triliun) untuk sektor saham.

Meski demikian, fenomena ini dinilai tidak akan bertahan lama. Lionel mengatakan, IHSG masih akan mampu bergerak ke level 8.000, yang dipicu oleh momentum penurunan kembali suku bungan The Fed hingga 0,5% pada November dan Desember.

"Masih banyak momentum untuk ke 8000, karena Fed diperkirakan masih memangkas suku bunga acuannya lagi di November dan Desember," kata dia. "Bank Indonesia mungkin akan ikut, dan market sedang spekulasi BI cut Oktober."

(ibn/dhf)

No more pages