Logo Bloomberg Technoz

Sekadar catatan, program biodiesel merupakan bagian dari strategi transisi energi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Dengan berkurangnya pendapatan dari pungutan ekspor CPO tersebut, Achmad menilai kemampuan pemerintah melalui BPDPKS untuk menyubsidi program biodiesel—seperti B30, B40, dan seterusnya — dapat terganggu.

"Ini bisa menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan program biodiesel pada masa depan, terutama jika pemerintah tidak segera mencari sumber pendanaan alternatif, seperti pajak karbon atau kebijakan lainnya," jelasnya.

"Dengan demikian, meskipun kebijakan ini memberikan dorongan bagi sektor sawit dalam jangka pendek, terutama dalam hal peningkatan daya saing ekspor, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap program energi berkelanjutan di Indonesia."

Daya Saing CPO

Di lain sisi, Achmad tak menampik bilamana kebijakan pemangkasan pungutan ekspor CPO memang memiliki tujuan untuk meningkatkan daya saing CPO Indonesia di pasar global, terutama di tengah tantangan fluktuasi harga.

Dengan pengurangan pungutan ekspor, biaya yang harus ditanggung perusahaan sawit berkurang, membuat harga CPO Indonesia lebih kompetitif dibandingkan dengan negara produsen lain seperti Malaysia dan Thailand.

"Bagi para pengusaha sawit, ini jelas merupakan kabar baik. Dengan adanya pemangkasan pungutan, margin keuntungan mereka bisa meningkat, dan volume ekspor diharapkan mengalami peningkatan, terutama ke negara-negara yang menjadi pasar utama seperti China dan India," tuturnya

Dia juga menilai pengurangan pungutan ekspor ini bisa berdampak positif bagi petani sawit, karena harga tandan buah segar (TBS) sawit yang mereka jual kemungkinan akan ikut terkerek naik seiring dengan peningkatan permintaan dari perusahaan yang mengekspor CPO.

"Bagi sektor hulu, ini bisa memberikan stimulus ekonomi dan menyejahterakan para petani."

Konsumsi solar vs. biodiesel di Indonesia./dok. BMI

Untuk diketahui, Indonesia memungut bea keluar (BK) dan pungutan tambahan atas ekspor kelapa sawit. Pungutan ini, yang digunakan untuk mendanai program-program peremajaan dan memberikan subsidi biodiesel melalui dana kelolaan BPDPK, sebelumnya ditetapkan setiap bulan dalam dolar AS.

Referensi atas pungutan—rata-rata tertimbang berdasarkan harga minyak kelapa sawit — ditetapkan setiap bulan oleh Kementerian Perdagangan untuk menghitung bea keluar.

Adapun, pemangkasn pungutan menjadi US$63/ton dari US$90 per ton untuk September. Pungutan untuk produk kelapa sawit olahan akan berkisar antara 3% dan 6%. Peraturan baru ini berlaku mulai 22 September.

Segala perubahan ini akan membantu Indonesia menjadi lebih kompetitif dibandingkan dengan negara tetangganya, Malaysia, yang merupakan produsen terbesar kedua.

Hal ini dapat menambah tekanan lebih lanjut terhadap harga minyak sawit berjangka, yang telah turun lebih dari 10% di Kuala Lumpur sejak harga tertinggi pada April.

Perincian Tarif Pungutan Baru CPO dkk:

  • CPO, minyak sawit kernel, minyak limbah pabrik kelapa sawit, minyak tandan kosong, residu minyak sawit asam tinggi : pungutan 7,5%.
  • Olein sawit mentah, stearin sawit mentah, olein inti sawit mentah, stearin inti sawit mentah, distilat asam lemak sawit, distilat asam lemak inti sawit, produk split, dan minyak goreng bekas pakai : pungutan 6%.
  • Refined Bleach and Deodorized (RBD) palm olein, RBD palm oil, RBD palm stearin, RBD palm kernel oil, RBD palm kernel olein, RBD palm kernel stearin :  pungutan 4,5%.
  • RBD palm olein bermerek dalam kemasan dengan berat bersih 25 kg atau kurang dan biodiesel asam lemak metil ester : pungutan 3%.

(wdh)

No more pages