Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, terpantau mata uang Asia cenderung bergerak lebih kuat dipimpin oleh ringgit Malaysia yang melanjutkan reli dengan kenaikan 1,2%, disusul oleh won Korea 0,32%, yuan offshore 0,15%, lalu dolar Singapura dan dolar Hong Kong masing-masing 0,03% dan 0,01%.
Bahkan baht Thailand melesat ke level terkuat sejak Maret 2022 terhadap dolar AS.
Lanskap ini memberikan dukungan sentimen pada rupiah sehingga bisa melanjutkan menguat makin jauh.
Secara teknikal nilai rupiah berpotensi melanjutkan penguatan ke area Rp15.150/US$ yang menjadi resistance terdekat sebelum break resistance selanjutnya dengan target di Rp15.120/US$ sampai dengan Rp15.100/US$.
Apabila kembali break resistance tersebut, nilai rupiah terhadap dolar AS berpotensi makin menguat menuju level Rp15.040/US$ dan Rp15.000/US$ sebagai resistance potensial.
Jika nilai rupiah melemah dan tertekan pada perdagangan hari ini, support menarik dicermati pada level Rp15.200/US$ dan selanjutnya Rp15.250/US$. Adapun support terkuat juga sebagai support psikologis ada di level Rp15.300/US$.
Stimulus China
Langkah PBOC, bank sentral China, menggelontorkan aneka stimulus untuk membangkitkan perekonomian raksasa itu menjadi kabar baik bagi pasar Asia, terutama Indonesia. Itu karena posisi China. yang sangat penting bagi perdagangan Indonesia.
Dibandingkan negara ASEAN lain, ketergantungan RI pada China adalah yang terbesar. Persentase ekspor RI ke China terhadap total ekspor mencapai 22,47% pada semester 1-2024. Pada saat yang sama, negara ASEAN lain jauh lebih kecil angkanya. Malaysia hanya 12,04%, Filipina 11,15% dan Thailand 10,58%.
Ketika ekonomi Negeri Tirai Bambu itu lesu, dampaknya bisa panjang ke kinerja ekspor domestik. Ini yang terlihat pada data perdagangan terakhir. Ekspor RI pada Juni hanya tumbuh 1,17% year-on-year, bahkan ketika harga komoditas di pasar global tengah rebound.
Jadi, ketika ekonomi China bisa dibangkitkan, efek positif akan dinikmati Indonesia dengan harapan kinerja perdagangan bisa kembali bangkit.
(rui)