Biro Statistik Nasional China (NBS) melaporkan, PMI manufaktur pada Agustus bernilai 49,1. Turun dibandingkan Juli yang sebesar 49,4.
Sejak April 2023, PMI manufaktur China cuma 3 kali berada di zona ekspansi.
China adalah produsen, konsumen, sekaligus importir batu bara terbesar dunia. Jadi kondisi di China akan sangat mempengaruhi pembentukan harga.
Akan tetapi, kelesuan ekonomi China membawa dampak lain. Pembangkitan listrik yang melambat membuat udara di China lebih sehat.
Konsentasi partikel kecil di udara hingga pertengahan 2024 turun 2,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, berdasarkan catatan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA). Perbaikan kondisi udara paling tinggi terjadi di bagian barat daya, di mana pembangkit listrik tenaga air mulai mampu menggantikan batu bara.
“Sektor pembangkitan listrik bertenaga batu bara, penyumbang utama pertumbuhan emisi, sudah melambat signifikan. Ini juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penggunaan pembangkit bertenaga matahari dan angin,” kata Chengcheng Qiu, Analis CREA untuk China, seperti diwartakan Bloomberg News.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara masih tersangkut di zona bearish. Tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 44,2. RSI di bawah 50 mengindikasikan suatu aset sedang dalam posisi bearish.
Namun yang menarik, indikator Stochastic RSI sudah menyentuh 91,56. Sudah di atas 80, sudah jenuh beli (overbought).
Oleh karena itu, sepertinya ruang gerak harga batu bara sudah relatif sempit. Penguatan atau penurunan hanya akan terbatas.
Saat ini baru bara sudah berada di pivot point US$ 139/ton. Dari sini, target support terdekat ada di rentang US$ 138-135/ton.
Sedangkan target resisten ada di kisaran US$ 140-141/ton.
(aji)