Analis Sinarmas Sekuritas Vita Lestari mengatakan, hal itu disebabkan lantaran masih adanya sentimen peratutan baru pemerintah soal pengetatan penjualan rokok eceran dan pembatasan jarak penjualan dari sekolah.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Juli lalu. "Peraturan baru ini dapat mempengaruhi penjualan," ujar Vita dalam risetnya, dikutip Selasa (24/9/2024).
"Rokok memainkan peran penting dalam ritel dan bisnis kecil penjualan, berkontribusi sekitar 40%-50% terhadap pendapatan mereka. Sentimen ini bisa berpotensi memberikan tekanan tambahan pada penjualan GGRM."
Vita mencontohkan kinerja keuangan GGRM sepanjang semester satu tahun ini masih mengakumulasi penurunan akibat lesunya penjualan.
Pada pertengahan tahun ini, GGRM membukukan pendapatan Rp50 triliun, turun 10,45% secara tahunan akibat penjualan sigaret kretek mesin (SKM), yang berkontrusi 89% dari total pendapatan itu susut 17,19% menjadi 23,6 miliar batang.
Selain itu, kinerja HMSP hingga semester I-2024 juga menunjukan pertumbuhan yang lambat, dengan kenaikan pendapatan 3% dan laba bersih yang turun 11,55%.
Kenaikan pendapatan tersebut diuntungkan oleh penjualan sigaret kretek tangan (SKT), yang menyumbang 32% dari total pendapatan, dengan penjualan sebesar Rp18,39 triliun, naik dari sebelumnya, Rp15,39 triliun.
"Ini menunjukkan konsumen beralih ke opsi [produk rokok] yang lebih terjangkau," kata dia.
Margin Tergerus
Vita juga mengatakan bahwa isu dilarangnya penjualan rokok batangan, berpotensi menekan margin GGRM sepanjang semester 2 tahun ini, melanjut tren pada semester satu yang mengakumulasi penurunan 36,4% secara tahunan menjadi Rp2,3 triliun.
Dia merevisi target pendapatan dan laba bersih GGRM dengan perkiraan penurunan masing-masing sebesar 14% dan 13%.
Dia juga menurunkan rekomendasinya menjadi reduce dari sebelumnya neutral untuk saham GGRM. Target harganya juga dipangkas menjadi Rp13.250/saham dari sebelumnya Rp14.200/saham.
Sementara itu, Analis Sucor Sekuritas Nico Pandowo masih mempertahankan sikap bullish untuk saham HMSP.
Dalam risetnya, pendapatan HMSP berpotensi terkerek naik dalam jangka panjang lewat penjualan produk tembakau bebas asap atau IQOS ILUMA.
Dia mengatakan potensi pasar ekspor dari IQOS ILUMA bakal terbuka lebar, yang akan ikut mengerek pendapatan perusahaan sebesar 18%.
Terlebih, lanjut dia, IQOS di Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya, dengan harga per bungkus Rp29.000 terdiri atas 20 batang.
"Ini lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, Filipina, dan Jepang. Gap harga ini memberi kesempatan HMSP unutk menjual IQOS lebih tinggi dari harta rerata pasar internasional," kata Nico.
(red)