Upaya-upaya tersebut yang menurutnya akan menjadi kunci penting untuk Indonesia lepas dari jebakan kelas menengah atau middle income trap.
Sebelum itu, ia menyatakan pada kawasan ASEAN hanya terdapat dua negara yang dikategorikan sebagai negara berpenghasilan tinggi yakni Singapura dan Brunei Darussalam.
Sementara negara-negara lainnya masih berada di kisaran negara berpenghasilan menengah ke bawah hingga menengah ke atas.
“Menghadapi kenyataan ini, sangat penting bagi negara-negara ASEAN berpendapatan menengah untuk menyusun strategi yang baik, jelas, dan konkret untuk menghindari jebakan negara berpendapatan menengah dan dapat bertransisi dengan lancar menjadi negara berpendapatan tinggi,” ucapnya.
Ia menyatakan perjalanan menuju negara berpenghasilan tinggi bukanlah perjalanan yang mudah, terutama di masa-masa yang penuh dengan ketidakpastian global ini.
Terlebih, terdapat berbagai tantangan yang perlu dihadapi yakni populasi yang menua, rendahnya produktivitas, kurangnya daya saing, kurangnya kapasitas kelembagaan dan tata kelola, serta kualitas sumber daya manusia yang lemah,
“Hal ini dapat mengganggu pekerjaan konvensional. Semua masalah ini harus menjadi agenda utama semua negara di ASEAN sesegera mungkin,” tutur Thomas.
Pada pemberitaan sebelumnya, Presiden Terpilih Prabowo Subianto optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinannya bisa mencapai 8%. Hal ini disampaikannya dalam Peluncuran Geoportal Kebijakan Peta 2.0 di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
“Kalau tadi Menteri Koordinator Perekonomian (Airlangga Hartarto) menyampaikan bahwa kita optimis pertumbuhan ekonomi bisa mencapai lebih dari 5%, kalau Saya lebih berani lagi kita harus berani menaruh sasaran yang lebih tinggi, karena saya optimis kita bisa mencapai 8%,” kata Prabowo.
Menurut Prabowo, optimisme ini didasarkan pada fakta bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar dan potensi Indonesia yang besar.
“Namun memang harus lebih efisien. Kita harus kelola dengan baik. Ambil kebijakan yang masuk akal dan kita harus bertekad untuk mitigasi kebocoran, mitigasi penyelewengan, mitigasi kebijakan yang tidak menguntungkan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat,” ungkap pria yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
(azr/lav)