Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mengkaji ulang aturan batas minimal saham beredar di pubik dengan kepemilikan di bawah 5% atau free float. Pengkajian difokuskan pada free float saat initial public offering (IPO) yang kemudian dilanjutkan dengan pencatatan perdana atau listing.

Pengkajian ulang itu berangkat dari polemik PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan FTSE Russell.

"Salah satu yang kami pertimbangkan adalah, terkait kepemilikan saham yang yang diperhitungkan sebagai free float saat pencatatan perdana (listing)," ujar Direktur BEI I Gede Nyoman Yetna, dikutip Selasa (24/9/2024).

"Kami ingin memfokuskan pada jumlah saham yang ditawarkan kepada publik. Hal ini akan kami tuangkan dalam rancangan perubahan peraturan dan akan kami mintakan pertimbangan kepada publik."

Seperti diketahui, saham BREN kembali gagal masuk Indeks FTSE kategori large cap setelah sebelumnya mengalami kegagalan serupa pada Juni akibat masuk papan pemantauan khusus atau full call auction (FCA).

Kembali gagalnya saham BREN masuk indeks FTSE yang seharusnya jatuh pada 23 September kemarin adalah, karena berdasarkan kajian ulang FTSE Russel, jumlah saham beredar BREN masih terkonsentrasi pada empat pemegang saham, termasuk pengendali dan asosiasinya.

Konsentrasi peredaran saham itu, menurut FTSE, bahkan mencapai 97% dari total saham yang diterbitkan.

Sentimen itu membuat saham BREN anjlok hingga mengalami auto reject bawah (ARB) dua hari berturut-turut. Selama dua hari ini juga, IHSG terbebani saham BREN hingga gagal menyentuh level 8.000.

BREN Protes

Manajemen emiten milik Prajogo Pangestu tersebut pun menyurati FTSE Russell, buntut polemik tersebut. manajemen BREN meminta FTSE untuk mencabut dan segera memberikan klarifikasi dan peninjauan ulang pengumuman tersebut. FTSE dinilai telah memberikan "informasi yang salah mengenai pencantuman BREN dalam Indeks FTSE."

"Kami meminta FTSE Russell untuk mencabut pernyataan tersebut dan mengeluarkan koreksi formal sesegera mungkin untuk memperbaiki situasi," tulis catatan surat elekronik atas nama Randika Pratama, bagian dari Departemen Hukum dan Sekretaris Perusahaan BREN.

Sumber yang dihubungi Bloomberg Technoz, yang mengetahui masalah tersebut tetapi tidak ingin disebutkan namanya karena informasi masih bersifat pribadi, membenarkan keabsahan surat tersebut. Sementara, manajemen BREN masih belum berkomentar.

Secara terpisah, Direktur & Corporate Secretary BREN Merly menjelaskan, pihaknya tidak memiliki kewenangan apa pun yang dapat mempengaruhi keputusan yang diterbitkan FTSE.

Namun, ia memastikan jika BREN telah memenuhi ketentuan free float yang juga berlaku di Bursa Efek Indoensia (BEI).

"Pada saat IPO, komposisi kepemilikan saham oleh empat pemegang saham tersebut adalah 97%, dan sampai hari ini telah terjadi perubahan," ujar Merly.

Kemudian, berdasarkan data harian pemegang saham per 19 September 2024, , jumlah saham yang memenuhi persyaratan free float berdasarkan ketentuan Bursa adalah sebesar 15.601.235.234 saham, atau 11,66%. 

Jumlah itu tidak mengalami perubahan yang signifikan dibandingkan dengan persentase free float berdasarkan prospektus IPO yang menyebutkan bahwa jumlah saham free float adalah sebanyak 15,69 miliar saham atau 11,73%.

"Kami akan terus memantau kepatuhan terhadap aturan free float yang ditetapkan oleh Bursa."

Analis Algo Research Alvin Baramuli sejatinya sudah mencermati fenomena tersebut. Kenaikan IHSG hanya terkonsentrasi pada kenaikan harga saham tertentu.

"Saham tersebut berasal dari Grup Barito, Sinarmas dan Grup Salim seperti BREN, DSSA, dan DNET. Saham-saham ini kemungkinan tengah digerakkan dengan target MSCI sebagai tujuan indeksnya."

Akibatnya, meskipun ada berita baik seperti pemangkasan suku bunga The Fed dan apresiasi rupiah, hal ini belum bisa meyaknikan investor asing untuk mengalirkan dananya ke pasar domestik.

(ibn/dhf)

No more pages