Insiden tersebut terjadi menjelang peringatan dimulainya invasi Jepang ke Manchuria pada tahun 1931, sebuah hari yang diperingati China dengan menggerakkan sirene di kota-kota di seluruh negeri.
Kematian anak tersebut telah menguji hubungan antara kedua negara tetangga yang tegang karena sejarah konflik, perselisihan wilayah, dan isu lain termasuk penanganan limbah radioaktif oleh Jepang dari pembangkit listrik tenaga nuklir yang rusak.
Serangan tersebut menjadi bagian dari serangkaian insiden yang menargetkan orang asing di China dalam beberapa bulan terakhir, dan setidaknya yang kedua menimpa warga Jepang. Pada Juni lalu, seorang wanita asal Jepang dan anaknya diserang dengan pisau di Suzhou, kota di timur China. Seorang petugas bus asal China tewas dalam kejadian tersebut.
Pemerintah Jepang telah secara resmi menyampaikan protes atas serangan di Shenzhen. Perdana Menteri Fumio Kishida menyampaikan belasungkawa atas kematian anak tersebut dan meminta lebih banyak informasi dari pihak China. Lin tidak memberikan komentar mengenai motif penyerang, menyebutkan bahwa polisi masih dalam proses penyelidikan.
Lin juga mengungkapkan bahwa Wakil Menteri Luar Negeri Sun Weidong bertemu dengan diplomat Jepang, Yoshifumi Tsuge, di Beijing pada Senin. Mereka bertukar pandangan mengenai hubungan bilateral.
Kedua pihak sepakat untuk menangani kasus pembunuhan anak tersebut dengan tepat dan tenang, serta bersedia menjaga komunikasi untuk mencegah insiden yang dapat mempengaruhi hubungan bilateral mereka, kata Lin.
(bbn)