Sedangkan saham-saham yang melemah dan menjadi top losers antara lain PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang jatuh 19,83%, PT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk (JSPT) ambruk 13,89%, dan PT Meratus Jasa Prima Tbk (KARW) anjlok 9,95%.
Pada sore hari ini, sejumlah Bursa Saham Asia kompak bergerak menguat dan menghijau. dipimpin oleh PSEI (Filipina) yang melonjak 2,27%, menyusul TW Weighted Index (Taiwan) menguat 0,57%, Shanghai Composite (China) melesat 0,44%, SENSEX (India) terangkat 0,42%, Straits Time (Singapura) mencatat kenaikan 0,38%, CSI 300 (China) terapresiasi 0,37%, Kospi (Korea Selatan) menguat 0,33%, dan Shenzhen Comp. (China) menghijau 0,14%.
Pada waktu yang sama, SETI (Thailand) mencatat pelemahan 0,98%, KLCI (Malaysia) drop 0,21%, dan Hang Seng (Hong Kong) merah 0,06%.
Adapun dominan hijaunya Bursa saham Asia bergerak lebih baik dibandingkan dengan yang terjadi di New York. Pada perdagangan sebelumnya, 3 indeks utama di Wall Street finish di zona bervariasi.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) menutup perdagangan dengan kenaikan 0,09%. Sementara, Nasdaq Composite melemah 0,19%, dan juga S&P 500 drop 0,36%.
Analis Phintraco Sekuritas memaparkan, Wall Street ditutup beragam di perdagangan Jumat (20/9) setelah catatkan rally terkait dengan pemangkasan suku bunga acuan The Fed. Meski demikian, secara mingguan indeks-indeks Wall Street masih ditutup di area positif.
“S&P 500 terkoreksi 0,36%, ketika rilis ekspektasi kenaikan laba bersih konstituen S&P 500 sebesar 4,6% yoy di 3Q24 (FactSet). Pasar kemungkinan memanfaatkan peluang profit taking di Jumat (20/9),” tulisnya.
Sentimen Regional
Bursa Saham Asia juga bergerak lebih baik dari sentimen yang ada di pasar, pada perdagangan hari ini sentimen utamanya datang dari regional. Pasar cemas atas kesehatan pertumbuhan Ekonomi China.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, Belanja Negara China menyusut lebih cepat di tengah melambatnya angka Pendapatan yang belum pernah terjadi sebelumnya oleh Pemerintah Daerah dari penjualan tanah. Ini merupakan sinyal yang menggelisahkan bagi perekonomian China yang sangat membutuhkan dukungan fiskal.
"Situasi di China berubah dari buruk menjadi lebih buruk," kata Tony Sycamore, Analis Pasar di IG Sydney.
Gabungan Belanja dalam anggaran publik dan rekening dana Pemerintah hanya di 22,21 triliun yuan (Rp47.749 triliun) dalam delapan bulan pertama tahun ini. Angka itu menyusut 2,9% dari titik yang sama pada 2023, menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Keuangan pada Jumat.
Pengeluaran tersebut semakin melemah dari perlambatan sedalam 2% pada periode Januari-Juli.
Konsumsi, investasi, dan produksi semuanya melesu lebih dari yang diperkirakan para ekonom pada bulan Agustus, menambah pesimisme bahwa negara tersebut akan kesulitan untuk memenuhi target pertumbuhan tahunan Beijing sekitar 5%.
Langkah strategis Pemerintah di hari ini, Bank Sentral China (Central Bank of the People's Republic of China) memangkas suku bunga kebijakan jangka pendek sebagai bagian dari pengurangan yang dimulai pada Juli, seiring dengan perlambatan Ekonomi yang semakin dalam.
People's Bank of China pada Senin, memangkas suku bunga acuan pembelian kembali 14 hari menjadi 1,85% dari sebelumnya di angka 1,95%.
Bank Sentral juga melempar 74,5 miliar yuan (US$10,6 miliar) likuiditas ke dalam sistem perbankan, kata Bank Sentral dalam pernyataannya.
Pemangkasan ini mencerminkan upaya untuk mengejar ketertinggalan dari pemangkasan 10 Bps pada suku bunga reverse repo tujuh hari di Juli, ujar Frances Cheung, Kepala Strategi Devisa dan Suku Bunga di Oversea-Chinese Banking Corp.
Sebelumnya, Bank Sentral China (PBOC) mempertahankan suku bunga Loan Prime Rate (LPR) bertenor 1 tahun, yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan suku bunga pinjaman korporasi dan suku bunga pinjaman rumah tangga, di 3,35%.
Sementara itu, suku bunga LPR bertenor 5 tahun, yang digunakan sebagai referensi untuk menentukan suku bunga KPR, juga tetap dipertahankan di 3,85%.
Sentimen Global
Ditambahlagi dengan sikap wait and see pasar terhadap data terbaru di minggu ini termasuk ukuran inflasi yang diinginkan The Fed akan mengkonfirmasi apakah reli akan berlanjut, mencermati peluang pemangkasan suku bunga sebesar 50 Bps jelang tutup tahun.
Sejauh ini, hasil konsensus para analis dan pelaku pasar yang dihimpun oleh Bloomberg, memperkirakan inflasi Pengeluaran dan Konsumsi Pribadi Amerika Serikat, biasa disebut Personal Consumption Expenditure (PCE) akan ada di angka 2,9% pada Kuartal II-2024, tidak berubah dibandingkan dengan data periode sebelumnya.
Sementara angka core PCE QoQ diprediksi stabil tetap di 2,5%, juga tidak berubah dibandingkan dengan sebelumnya.
Sebelum data itu dilansir, pasar akan lebih dulu mendapati rilis data Pertumbuhan Ekonomi AS (GDP Annualized QoQ) pada Kuartal II-2024 yang diperkirakan perlambatan di 2,9%, lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya mencapai 3%.
Di minggu ini juga akan sangat padat dengan jadwal para pejabat Federal Reserve yang akan bicara di berbagai forum penting. Termasuk Gubernur The Fed Jerome Powell yang akan bicara dalam forum Obligasi AS. Ini akan menjadi pertama bagi Powell memberikan statement pasca pengumuman suku bunga acuan pada Kamis pekan lalu.
(fad/ain)