Akibatnya, menurut Sri Mulyani, outlook perekonomian dunia masih lemah, masih penuh ketidakpastian. Ini membuat harga komoditas bergerak turun, termasuk yang menjadi andalan ekspor Indonesia.
"Harga batu bara masih di US$ 137,3/ton, ini artinya terkontraksi 28,8% yoy. Maka banyak perusahaan wajib pajak badan yang mengalami kontraksi dari sisi pembayaran pajaknya," ungkap Sri Mulyani.
Koreksi harga komoditas, demikian Sri Mulyani, mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia. Memang masih surplus, tetapi angkanya menyusut.
"Tahun lalu neraca perdagangan kita surplus US$ 24,32 miliar pada Januari-Agustus. Sekarang hanya US$ 18,85 miliar. Ini yang perlul kita jaga terkait resiliensi atau daya tahan Indonesia," jelas Bendahara Negara.
(aji)
No more pages