Menunggu 1 Dekade Negara Tak Juga Bisa Atasi Kasus Kebocoran Data
Muhammad Fikri
25 September 2024 08:30
Bloomberg Technoz, Jakarta - Kasus kebocoran dan jual beli data publik Indonesia, tidak henti-hentinya muncul. Terbaru adalah 6 juta data Ditjen Pajak Kementerian Keuangan yang diduga bocor. Bahkan terselip nama Presiden Joko Widodo, hingga dua putranya, Gibran Rakabuming Raka (Wapres Terpilih Periode 2024-2029), Kaesang Pangarep (Ketua Umum PSI).
Tentu belum lepas dari ingatan bagaimana layanan publik dari 280 Kementerian Lembaga Negara tidak berfungsi akibat gangguan pada server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) — yang kemudian diakui pemerintah sebagai serangan peretasan oleh Braincipher Ransomware.
Peretasan proyek strategis Presiden Joko Widodo ini kemudian membuat Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen APTIKA) Kominfo Semual Abrijani memilih mundur sebagai bentuk tanggung jawab. Sementara desakan mundur Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi, terkait lumpuhnya pusat data, dia jawab, “ya demokrasi, terserah saja.”
Ambisi Presiden Jokowi Melindungi Data, Hasilnya?
Presiden Jokowi pernah menyatakan dorongannya atas perlindungan data yang menjadi sebuah kedaulatan. Kepentingan atas data juga bisa mendorong arus investasi baru. Untuk itulah pemerintah mendorong hadirnya regulasi Perlindungan Data Pribadi (PDP).
Rancangan Undang-Undang (RUU) PDP, yang kemudian diundangkan pada 17 Oktober 2022, dimaksudkan untuk mengakomodasi dua tujuan di atas. UU PDP ini adalah penyatuan dari kurang lebih mungkin 32 aturan soal data pribadi.