Akan tetapi, prospek harga emas rasanya masih akan cerah. Ekspektasi bahwa bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve belum selesai dengan pemotongan suku bunga acuan membawa harga emas melonjak tahun ini. Sepanjang 2024, harga sang logam mulia sudah meroket sekitar 26%.
“Sepertinya harga emas masih akan bergerak ke atas. Dolar AS melemah, suku bunga bergerak turun, dan ada ketidakpastian geopolitik. Ini semua membuat emas menjadi atraktif bagi investor,” kata Matt Miskin dari John Hancock Investment Management, seperti dikutip dari Bloomberg News.
Goldman Sachs memperkirakan harga emas bisa naik ke US$ 2.700/troy ons pada awal tahun depan. Sementara Citigroup lebih berani dengan memperkirakan harga emas bisa merangsek ke US$ 3.000/troy ons pada pertengahan 2025.
“Ingat saat orang-orang bilang ‘oh, harga emas sudah di atas US$ 2.000/troy ons, saya tidak mau membelinya lagi’? Sekarang mereka malah sangat menginginkannya,” lanjut Gary Dugan dari Global CIO Office yang berbasis di Singapura, sebagaimana diwartakan Bloomberg News.
Analisis Teknikal
Secara teknikal dengan perspektif harian (daily time frame), emas masih setia di zona bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 70,59.
RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish. Namun, RSI di atas 70 juga berarti sudah jenuh beli (overbought).
Sinyal overbought makin terasa dengan indikator Stochastic RSI yang sebesar 94,76. Suda di atas 80, sudah tergolong overbought.
Harga emas sudah melewati pivot point di US$ 2.620/troy ons. Dari sini, harga akan menguji target support US$ 2.601/troy ons yang merupakan Moving Average (MA) 5. Jika tertembus, maka MA-10 di US$ 2.581/troy ons bisa menjadi target selanjutnya.
Adapun target resisten terdekat ada di US$ 2.621/troy ons. Penembusan di titik ini berpotensi membawa harga emas naik lagi menuju US$ 2.623/troy ons.
(aji)