Selain itu, Ali mengatakan bencana alam juga bisa mengganggu logistik sehingga terjadi peningkatan biaya yang berdampak pada kenaikan harga komoditas tambang, termasuk tembaga dan nikel.
Sebelumnya, nikel sempat diramal bearish sebagai imbas kelebihan pasok dari Indonesia. BMI —lengan riset dari Fitch Solutions Company — memproyeksikan rerata harga nikel untuk tahun ini akan bertengger di US$18.000/ton, turun dari perkiraan sebelumnya di level US$20.000/ton.
Nikel terpelanting sepanjang 2023, dengan harga rata-rata tahun lalu turun 15,3% menjadi US$21.688/ton dari US$25.618/ton pada 2022. Kemerosotan itu dipicu oleh pasar yang terlalu jenuh ditambah dengan lesunya permintaan.
Akan tetapi, operasi pertambangan di Indonesia dan Australia diramal mengalami gangguan terparah, jika fenomena cuaca La Niña yang diiringi banjir dan hujan lebat terjadi pada akhir tahun ini.
Berdasarkan data pembaruan Juli 2024 dari Pusat Prediksi Iklim AS (CPC), La Niña diperkirakan berkembang selama Agustus—Oktober 2024 dengan probabilitas sebesar 70% dan dapat bertahan hingga akhir 2024—awal 2025, dengan prakiraan yang menunjukkan peluang kelanjutan sebesar 79% hingga November—Januari.
“Gangguan cuaca yang terkait dengan La Niña kemungkinan akan menimbulkan risiko penurunan prospek pertambangan regional serta menimbulkan volatilitas di seluruh pasar logam,” papar tim peneliti BMI —lengan riset Fitch Solutions— dalam laporannya, dikutip Senin (12/8/2024).
(dov/wdh)