“PGN juga secara aktif akan terus berkomunikasi dengan seluruh stakeholders untuk dapat memastikan bahwa informasi yang akan disampaikan sesuai dengan kaidah perundangan yang berlaku,” tegasnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi mengatakan arbitrase Gunvor ke PGN merupakan hal yg biasa dalam kontrak bisnis.
“Kami yakin hal ini bagi PGN tidak menjadi kendala dalam pelaksanaan bisnis PGN untuk pengelolaan gas di dalam negeri,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, dikutip Minggu (22/9/2024).
Dia pun menekankan bahwa bisnis LNG milik PGN dan Pertamina Group sudah lama beroperasi di tingkat global, tidak hanya untuk pasar domestik. Dengan demikian, Kementerian ESDM meyakini sengkarut dengan Gunvor tidak akan berdampak krusial terhadap perusahaan pelat merah tersebut.
“Saya rasa pasokan LNG domestik bukan kondisi yang menjadikan ada arbitrase,” lanjutnya.
PGN medio pekan ini mengumumkan telah menunjuk tim hukum internasional yang berpengalaman dalam bidang arbitrase untuk mewakili anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut dalam kasus transaksi LNG dengan Gunvor.
Pembentukan tim dilakukan untuk menanggapi permohonan arbitrase yang dilayangkan oleh Gunvor ke Pengadilan Arbitrase Internasional London berkaitan dengan master sale and purchase agreement (MSPA) jual beli LNG dengan PGAS, serta isu confirmation notice (CN).
Sebelumnya, PGAS mengungkapkan Gunvor tidak sepakat atau menolak klaim keadaan kahar atau force majeure akibat masalah transaksi LNG tersebut.
Menurut subholding gas Pertamina Group itu, pada saat pelaporan, Gunvor tidak sependapat dengan klaim force majeure yang diajukan PGAS. Akan tetapi, sampai saat ini perseroan masih berkoordinasi dengan Gunvor untuk memutakhirkan perkembangan atas kondisi kahar itu.
“PGN saat ini belum dapat menyampaikan dampak jangka panjang atas kondisi force majeure dan masih berupaya mencari jalan terbaik atas penyelesaian force majeure,” papar Corporate Secretary PGAS Rachmat Hutama dalam surat tanggapan atas permintaan penjelasan Bursa Efek Indonesia, Selasa (28/11/2023).
William Simadiputra, analis DBS Vickers Sekuritas Indonesia dalam risetnya memperkirakan, PGAS bisa terbebani hingga ratusan juta dolar Amerika Serikat (AS) akibat kondisi tersebut.
"Belum jelas apakah kahar berdampak signifikan terhadap PGAS. Walau bagaimanapun, kegagalan untuk melakukan pengiriman bisa membuat PGAS menghadapi proses hukum," jelas William.
"Oleh karena itu, kami meyakini PGAS perlu melakukan pencadangan atau provisi, yang menurut perhitungan kami bisa mencapai US$100 juta hingga US$240 juta di laporan keuangan 2023, untuk mengantisipasi potensi kerugian."
Sekadar catatan, laba bersih PGAS tumbuh 28% menjadi US$187 juta pada semester I-2024 dibandingkan dengan US$145 juta pada semester I-2023. Adapun, pendapatan PGN tercatat sebesar US$1,83 miliar, sementara beban pokok pendapatan US$1,43 miliar pada semester I-2024.
(dov/wdh)