Sebelumnya, PGN menunjuk tim hukum internasional yang berpengalaman dalam bidang arbitrase untuk mewakili anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut dalam kasus transaksi LNG dengan Gunvor.
Pembentukan tim dilakukan untuk menanggapi permohonan arbitrase yang dilayangkan oleh Gunvor ke Pengadilan Arbitrase Internasional London berkaitan dengan master sale and purchase agreement (MSPA) jual beli LNG dengan PGAS, serta isu confirmation notice (CN).
Corporate Secretary PGAS Fajriyah Usman mengatakan perseroan juga bakal terus memantau situasi untuk memastikan tidak adanya gangguan terhadap operasional dan aktivitas bisnis perseroan.
PGAS, lanjutnya, juga memastikan penguatan implementasi proses manajemen risiko internal, dan transparansi dengan memberikan informasi terkini setiap perkembangan yang material dari proses arbitrase kepada para pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
“Perseroan optimistis dengan langkah-langkah yang telah diambil untuk menangani perkara ini. Fokus utama kami adalah melindungi kepentingan perusahaan dan para pemegang saham, serta memastikan penanganan kasus arbitrase dengan penuh kehati-hatian,” ujar Fajriyah dalam keterbukaan informasi, Kamis (19/9/2024).
Adapun, Fajriyah mengatakan perseroan belum melihat dampak terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan atau kelangsungan usaha pada saat pelaporan.
Selain itu, perseroan mengatakan menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berkomitmen untuk tetap menjalankan peran utama dalam menyalurkan energi gas bumi bagi Indonesia serta menjaga reputasi dan kesehatan finansial.
Sebelumnya, PGAS mengungkapkan Gunvor tidak sepakat atau menolak klaim keadaan kahar atau force majeure akibat masalah transaksi LNG tersebut.
Menurut subholding gas Pertamina Group itu, pada saat pelaporan, Gunvor tidak sependapat dengan klaim force majeure yang diajukan PGAS. Akan tetapi, sampai saat ini perseroan masih berkoordinasi dengan Gunvor untuk memutakhirkan perkembangan atas kondisi kahar itu.
“PGN saat ini belum dapat menyampaikan dampak jangka panjang atas kondisi force majeure dan masih berupaya mencari jalan terbaik atas penyelesaian force majeure,” papar Corporate Secretary PGAS Rachmat Hutama dalam surat tanggapan atas permintaan penjelasan Bursa Efek Indonesia, Selasa (28/11/2023).
William Simadiputra, analis DBS Vickers Sekuritas Indonesia dalam risetnya memperkirakan, PGAS bisa terbebani hingga ratusan juta dolar Amerika Serikat (AS) akibat kondisi tersebut.
"Belum jelas apakah kahar berdampak signifikan terhadap PGAS. Walau bagaimanapun, kegagalan untuk melakukan pengiriman bisa membuat PGAS menghadapi proses hukum," jelas William.
"Oleh karena itu, kami meyakini PGAS perlu melakukan pencadangan atau provisi, yang menurut perhitungan kami bisa mencapai US$100 juta hingga US$240 juta di laporan keuangan 2023, untuk mengantisipasi potensi kerugian."
Sekadar catatan, laba bersih PGAS tumbuh 28% menjadi US$187 juta pada semester I-2024 dibandingkan dengan US$145 juta pada semester I-2023. Adapun, pendapatan PGN tercatat sebesar US$1,83 miliar, sementara beban pokok pendapatan US$1,43 miliar pada semester I-2024.
(dov/wdh)