"Mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp23,64 miliar," tulis laporan tersebut.
Dalam laporan yang sama, BPK pun meminta INAF dan IGM untuk mengupayakan penagihan piutang macet yang sebesar Rp122,93 miliar tersebut.
Selain itu, BPK juga menemukan indikasi sejumlah orang pada INAF telah menggunakan instrumen keuangan perusahaan untuk kepentingan pribadi.
Beberapa penyelewengan itu seperti menempatkan dana deposito perusahaan atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara (Kopnus), menggadaikan deposito pada Bank Oke untuk kepentingan pihak lain, dan mengeluarkan dana tanpa underlying transaction.
"Menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi, melakukan windows dressing laporan keuangan perusahaan, serta membayar asuransi purna jabatan dengan jumlah melebihi ketentuan," tulis BPK dalam laporan IHPS.
BPK juga mengungkapkan adanya transaksi jual beli fiktif pada bisnis barang konsumen yang bergerak cepat atau Fast Moving Consumer Goods (FMCG) hingga pinjaman online (pinjol). INAF diindikasikan melakukan pinjaman online (fintech) serta menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.
Akibat hal tersebut, BPK pun melaporkan terdapat indikasi kerugian mencapai Rp278,42 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp18,26 miliar atas beban pajak dari penjualan fiktif FMCG itu.
Eks Dirut Indofarma jadi Tersangka
Kejati DKI Jakarta kemudian menggunakan audit BPK untuk menelusuri dugaan korupsi atau fraud pada INAF dan IGM. Penyidik kemudian menetapkan tiga orang tersangka pada Kamis (19/9/2024).
Mereka adalah Direktur Utama PT Indofarma Tbk (INAF) periode 2019-2023 Arief Pramuhanto (AP); Direktur PT. Indofarma Global Medika (PT IGM) periode 2020-2023 Gigik S. Raharjo; dan Head of Finance PT IGM berinisial CSY. Kejaksaan menuding ketiganya telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp371 miliar.
Seperti audit BPK, penyidik mendapatkan bukti Arief cs melakukan manipulasi laporan keuangan, salah satunya penjualan produk panbio ke PT Promedik -- anak usaha PT IGM. Mereka juga melakukan manipulasi dengan menerbitkan klaim diskon dan mencari pendanaan non perbankan.
Selain itu menutup biaya operasional INAF dan IGM, sebagian uang juga disebutkan untuk membiayai kebutuhan pribadi para tersangka. Meski demikian, kejaksaan memang belum memaparkan lebih detil modus yang dilakukan.
(red/frg)