Bloomberg Technoz, Jakarta - Harga Bitcoin sepanjang Jumat (20/9/2024) masih melaju positif dan hingga pukul 16.05 waktu Indonesia bertahan di level US$63.366,55 (sekitar Rp959,9 juta ).
Pergerakan sepanjang 24 jam terakhir mengalami kenaikan 2,2% namun pertumbuhannya dibandingkan pekan sebelumnya nyaris 10%. Mengutip CoinMarketcap, sejumlah aset kripto lainnya bergerak bervariasi.
Harga Ethereum ETH masih terangkat pada kisaran 4,6%dan secara sepekan mulai menguat 8,6% pada harga US$2.551. BNB dengan menguat 2,9% dalam 24 jam, dan melesat 5,7% dalam sepekan perdagangan menuju harga US$572.
Menyusul Solana naik tinggi sekitar 8,7% ke US$151 dibandingkan perdagangan hari Kamis. XRP naik 1,2% ke US$0.59, Dogecoin 2% lebih tinggi hingga Jumat sore ke US$0,1. Cardano ADA bullish 3,1% dalam 24 jam di harga US$0,35.
Hasil keputusan terkait policy rate dari FOMC membuat jalan kenaikan aset kripto lebih mulus, dimana pada Kamis kemarin telah terjadi kenaikan 2,8%. Dengan demikian dalam dua hari terakhir pertumbuhan Bitcoin capai 5%.
Gubernur Bank Sentral AS (The Fed) Jerome Powell ingin memastikan soft landing terjadi. Pendaratan mulus merupakan situasi yang diharapkan di mana inflasi tinggi bisa ditaklukkan tanpa memicu resesi perekonomian akibat tekanan yang dihadapi pasar tenaga kerja.
Ke depan pemangkasan bunga lanjutan yang dilakukan secara hati-hati, sambil memantau perkembangan ekonomi, data inflasi, angka tenaga kerja, menjadi lebih seimbang, menguntungkan kelas aset berisiko termasuk Bitcoin. Pasar saham AS juga terdongkrak akibat pemotongan suku bunga 50 bps ini.
Policy rate yang pertama terjadi dalam lebih dari empat tahun, masih dipandang belum jelas. Menurut Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone Group, “mereka [rangkaian kebijakan baru Fed] tetap berada di jalur tidak tertulis,” dilansir Bloomberg News.
Pasar menanti sinyal lebih jelas pemotongan tingkat bunga lanjutan, apakah 25 bps atau 50 bps. Diketahui Powell dan rekan-rekannya berusaha untuk mempertahankan kekuatan ekonomi AS karena pasar tenaga kerja dan risiko inflasi menjadi lebih seimbang.
“Fokus akan segera beralih ke besarnya dan luasnya siklus ini. Faktor terpenting yang harus diperhatikan mulai saat ini adalah lintasan aktivitas ekonomi,” kata David Lawant, kepala riset di FalconX.
(wep)