Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Belanja negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang merupakan anggaran pertama Presiden terpilih Prabowo Subianto tembus Rp3.621,31 triliun, angka ini tercatat naik Rp8,26 triliun dari postur Rancangan APBN 2025 awal yang sebesar Rp3.613,1 triliun.

“Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp3.621.313.743.500.000, terdiri atas: a. anggaran belanja pemerintah pusat; dan b. anggaran TKD,” bunyi Pasal 7 Undang-Undang APBN 2025.

Kenaikan belanja negara tersebut dipengaruhi kenaikan belanja non-kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp8,26 triliun.

Selain itu, anggaran subsidi energi susut Rp1,12 triliun, tapi akhirnya dialokasikan untuk anggaran kompensasi BBM dan Listrik sehingga tak mempengaruhi postur besar belanja negara.

Selain tambahan belanja non-K/L, terdapat tambahan belanja K/L sebesar Rp113 triliun untuk beberapa program prioritas Presiden terpilih Prabowo Subianto. Namun, tambahan belanja K/L ini memanfaatkan cadangan belanja sehingga tidak mempengaruhi postur besar belanja pemerintah pusat.

Lebih lanjut, dalam APBN 2025 dijelaskan bahwa belanja negara terdiri atas belanja pemerintah pusat yakni belanja K/L sebesar Rp1.160,08 triliun dan belanja non K/L Rp1.541,35 triliun. Serta, terdapat pos transfer ke daerah (TKD) yang dicanangkan sebesar Rp919 triliun.

Belanja Non K/L terbagi kembali atas program pengelolaan utang sebesar Rp552,9 triliun, serta program pengelolaan hibah Rp202,7 miliar. Selanjutnya program pengelolaan subsidi Rp307,9 triliun yang terdiri atas subsidi energi Rp203,4 triliun dan subsidi non energi Rp104,5 triliun.

Belanja non K/L juga melingkupi program pengelolaan belanja lainnya sebesar Rp491,2 triliun, dan program pengelolaan transaksi khusus Rp189,1 triliun.

Transfer ke Daerah

Komponen selanjutnya dalam belanja negara adalah transfer ke daerah (TKD) yang dicanangkan sebesar Rp919 triliun.

TKD tersebut terdiri atas; dana bagi hasil (DBH) Rp192,2 triliun, dana alokasi umum (DAU) Rp446,6 triliun, dana alokasi khusus (DAK) Rp185,2 triliun, dana otonomi khusus (Otsus) Rp17,5 triliun, dana keistimewaan DI Yogyakarta Rp1,2 triliun, dana desa Rp71 triliun, dan dana insentif fiskal Rp6 triliun.

Beberapa kebijakan strategis menyangkut TKD terdiri atas: Pertama, kegiatan pembangunan atau rehabilitasi sekolah yang berasal dari DAK Fisik dialihkan ke pusat melalui Kementerian PUPR agar menggunakan data sekolah hasil penilaian Bappenas dan Kemendikbud atas usulan daerah pada aplikasi KRISNA DAK Fisik.

Kedua, penggunaan DAU untuk PPPK perlu dihitung secara lebih akurat untuk meningkatkan efektivitas belanja daerah, dan dapat dilakukan pergeseran ke DAU yang tidak ditentukan penggunaannya (block grant).

Ketiga, Dana Desa dialokasikan dengan memperhatikan kinerja, capaian target, dan jumlah penduduk desa untuk mendorong peningkatan kemandirian Desa dan pelayanan publik desa.

Empat, Dana Otsus kawasan Papua yang diterima dari 1,25% dari plafon DAU harus memastikan kebijakan mandatori dengan alokasi 30% untuk pendidikan dan 20% untuk kesehatan masyarakat Papua.

(azr/lav)

No more pages