“Jika laporan prospek Oktober menunjukkan bahwa BOJ berada di jalur menuju target stabilitas harga, mereka masih berencana menaikkan suku bunga menjadi 0,50% pada bulan Oktober dari 0,25% saat ini," kata Toru Suehiro, kepala ekonom di Daiwa Securities. "Gubernur Ueda akan menegaskan kembali hal ini pada jumpa pers, bahwa kenaikan suku bunga akan dilakukan jika prospek inflasi terwujud."
Meskipun demikian, penetapan harga di pasar menunjukkan bahwa investor tidak seoptimis ekonom dalam memperkirakan kenaikan suku bunga. Data menunjukkan hanya ada sekitar 33% kemungkinan kenaikan 25 basis poin pada tahun ini, meskipun 70% ekonom yang disurvei Bloomberg memperkirakan kenaikan lain pada bulan Desember.
Ueda dijadwalkan memberikan penjelasan terkait keputusan ini dan prospek inflasi dalam jumpa pers pada pukul 15:30 waktu setempat.
Dalam pernyataan kebijakan terbaru, BOJ juga menghapus referensi tentang kebijakan menaikkan suku bunga jika kondisi ekonomi membaik, frasa yang sebelumnya digunakan pada bulan Juli. BOJ mengindikasikan bahwa ekspektasi inflasi jangka menengah dan panjang kemungkinan akan meningkat.
“Ueda mungkin akan mempertimbangkan dua hal utama: risiko bahwa kebijakan hawkish BOJ memicu gejolak pasar lebih lanjut, dan keyakinan yang semakin meningkat, didukung oleh data upah dan harga terbaru, bahwa target inflasi 2% akan tercapai. Pandangan dasar kami adalah bahwa Ueda akan mengirimkan sinyal halus bahwa BOJ akan siap untuk menaikkan suku bunga pada bulan Oktober, jika kondisinya tepat saat itu," kata Taro Kimura, ekonom dari Bloomberg Economics.
Pertemuan dua hari ini diadakan beberapa jam setelah bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga dalam perubahan kebijakan besar. Hal ini menunjukkan perbedaan sikap BOJ yang tetap di jalur untuk menaikkan suku bunga, sementara bank sentral lainnya seperti Bank of England dan Bank Sentral Eropa justru melonggarkan kebijakan moneter.
“Saya pikir waktu kenaikan suku bunga berikutnya akan bergantung pada kondisi ekonomi global, terutama di AS," kata Chotaro Morita, kepala ahli strategi di All Nippon Asset Management Co. “Keputusan BOJ saat ini lebih merupakan penundaan kebijakan.”
Dengan langkah The Fed yang memperkuat momentum pelonggaran global, pandangan para pengamat BOJ terbagi mengenai arah kebijakan yang diambil Jepang.
Penurunan pasar saham pada bulan Agustus menyusul langkah BOJ sebelumnya memicu penurunan terbesar dalam sejarah indeks Nikkei 225, menghapus nilai US$1,1 triliun dari pasar saham Jepang dalam tiga hari perdagangan. Meskipun saham telah pulih sebagian, volatilitas tetap tinggi dibandingkan indeks global lainnya.
Pengaruh dari gejolak pasar terhadap ekonomi masih harus dilihat. Sementara itu, data ekonomi terbaru menunjukkan tanda-tanda positif, seperti kenaikan upah dan inflasi yang stabil. Hal ini menjadi alasan mengapa 53% ekonom memperkirakan kenaikan suku bunga bisa terjadi pada pertemuan BOJ berikutnya di bulan Oktober.
Di sisi politik, Jepang akan segera memiliki perdana menteri baru setelah pemilihan kepemimpinan Partai Demokrat Liberal pada 27 September. Siapa pun yang terpilih hampir dipastikan akan menjadi perdana menteri, mengingat dominasi partai di parlemen.
Di antara sembilan kandidat, Sanae Takaichi dipandang sebagai yang paling mungkin memperlambat rencana normalisasi kebijakan BOJ, karena dia dikenal mendukung kebijakan pelonggaran moneter, menurut 86% dari 36 ekonom yang disurvei.
Namun, pejabat BOJ tidak mengharapkan perubahan kebijakan besar dari perdana menteri baru, mengingat partai yang berkuasa sejauh ini mendukung upaya BOJ dalam mencapai target inflasi yang stabil.
(bbn)