Logo Bloomberg Technoz

Saham-saham emiten dari sektor yang diperkirakan mendapatkan keuntungan dari kebijakan moneter longgar, kompak melesat. Yang terlihat menonjol di antaranya saham-saham sektor barang konsumsi seperti AMRT yang sudah naik 2,2%, disusul oleh ICBP yang bahkan melesat 3,65%. Sementara saham perbankan sebagian kecil masih naik seperti BBRI.

Di aset non-yielding seperti emas, harganya juga makin 'panas'. Emas Antam hari ini naik Rp13.000 dibanderol di Rp1.443.000 per gram, mendekati level rekor tertinggi sepanjang masa. Di pasar global, harga emas sudah sempat menyentuh level rekor baru di US$2.600 per troy ounce pada Rabu lalu dan hari ini bergerak stabil di kisaran US$2.592,21 per ounce.

Dengan reli harga yang sudah berlangsung saat ini, adakah terlambat bagi para investor yang berniat berburu cuan? Benarkah kenaikan harga sudah terbatas sehingga peluang cuan bagi investor semakin terbatas bila baru masuk belakangan?

Reli Masih Lanjut

Para analis dan pelaku pasar meyakini, reli kenaikan berbagai aset investasi itu masih akan berlanjut ke depan. Di pasar surat utang, analis memperkirakan reli harga masih akan berlangsung sejalan dengan arus masuk modal asing yang diprediksi masih akan membanjir dalam jangka pendek.

"Kami perkirakan pasar obligasi domestik akan mempertahankan tren kenaikan, didorong oleh aliran modal asing yang masuk seiring ekspektasi pasar yang tinggi bahwa akan ada pemangkasan bunga kebijakan The Fed dan BI rate," kata Mirdal Gunarto, analis di Maybank Sekuritas dilansir oleh Bloomberg.

The Fed diperkirakan masih akan melakukan pemangkasan bunga acuan di sisa tahun ini hingga Fed fund rate ada di level 4,25% di akhir 2024. Sedangkan pada 2025, diperkirakan akan ada pemangkasan lanjutan hingga level suku bunga kebijakan AS ada di 3% akhir tahun depan.

Outlook kebijakan bunga acuan AS yang rendah, mempengaruhi tren bunga acuan global tak terkecuali Indonesia.

BI diprediksi akan memangkas bunga acuan lagi pada Oktober, terutama bila capital inflows yang sudah masuk senilai US$10,1 miliar selama kuartal ini, berlanjut makin besar. Juga, bila penguatan rupiah semakin langgeng di bawah Rp15.000/US$, menurut prediksi Bahana Sekuritas. 

Itu memberi sinyal bukan hanya bagi surat utang, tapi juga potensi kenaikan harga aset yang lebih berisiko seperti saham. Kondisi moneter lebih longgar bisa berdampak positif bagi dunia usaha sehingga ekspansi bisa digeber lebih kuat. Tingkat bunga acuan lebih rendah juga akan mendorong penurunan biaya dana termasuk penurunan bunga kredit perbankan yang bisa mengurangi beban cicilan konsumen.

Gubernur BI Perry Warjiyo dalam pengumuman kebijakan bunga acuan pada Rabu lalu, menyatakan, BI kini bisa lebih menyeimbangkan kebijakan moneter yang selama ini lebih condong untuk menjaga stabilitas moneter. "Sebelumnya [kebijakan] lebih pro stabilitas [rupiah]. Sekarang sudah seimbang antara stabilitas dan pertumbuhan [ekonomi]," kata Perry.

BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini bisa di 5,1%. Sementara tahun depan, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan bias ke atas dari kisaran 4,8%-5,5%. "Tentu saja juga perlu dukungan kebijakan stimulus fiskal dari pemerintah," kata Perry. 

Lantas, aset-aset investasi apa saja yang masih potensial memberikan cuan lebih besar ke depan dengan outlook ekonomi lebih cerah didukung oleh kebijakan moneter lebih longgar?

Keputusan menempatkan dana di sebuah aset investasi tidak bisa hanya dengan melihat prospek individual aset. Pilihan aset juga akan bergantung pada tujuan keuangan pribadi yang dimiliki tiap individu sehingga penting untuk mempertimbangkan profil risiko masing-masing investor agar bisa menciptakan kinerja portofolio yang optimal.

Berikut penjabaran tiap jenis kelas aset yang bisa menjadi pertimbangan Anda, dirangkum oleh Divisi Riset Bloomberg Technoz:

Saham

Berkaca pada data historis siklus pemangkasan bunga The Fed, IHSG banyak diuntungkan. Ketika perekonomian AS berupaya bangkit setelah diterjang tsunami finansial menyusul pecahnya krisis subprime mortgage pada 2008 lalu, The Fed memangkas bunga acuan dari 1% menjadi 0,25% sejak Desember 2008 dan ditahan di level itu sampai akhir 2015.

Pada tahun pertama setelah The Fed memangkas bunga acuan, gelombang quantitave easing yang memicu aliran masuk modal global ke emerging market, berhasil membawa IHSG naik hingga 87% yakni dari posisi 1.355 di akhir 2008 ke level 2.534 pada akhir 2009. Kenaikan berlanjut pada 2010, dengan kenaikan indeks hingga 46,1%. 

Pada 2015, IHSG bertengger di 4.593, dengan rata-rata bergerak di level 3.869 selama bunga The Fed ditahan di posisi lebih rendah.

Patung Bullish IHSG di Bursa Efek Indonesia (Dimas Ardian/Bloomberg)

Sementara itu pada periode 2015-2019 ketika The Fed menaikkan bunga acuan dari 0,25% ke level 2,50%, IHSG masih bertahan melanjutkan kenaikan yaitu dari posisi 4.569 di akhir 2015, naik ke 6.299 pada akhir 2019. Titik tertinggi IHSG periode itu terjadi pada Februari 2018 saat indeks menyentuh 6.689,28, berdasarkan data Bloomberg.

Data di atas memberi gambaran, era moneter lebih longgar memberi energi besar bagi penguatan harga-harga saham di pasar domestik. Bahkan ketika BI rate dinaikkan pada 2018-2019. Bunga yang rendah bisa membantu dunia usaha membiayai ekspansi dengan biaya lebih murah. Dengan dukungan daya beli yang membaik, kinerja penjualan emiten dapat didorong lebih tinggi. 

Saham-saham yang sektor perbankan, barang konsumsi serta otomotif dan industri lain-lain berpotensi memberi peluang cuan dalam lanskap itu.

Obligasi

Surat utang atau obligasi memiliki hubungan terbalik dengan suku bunga pinjaman. Ketika bunga dikerek naik, harga obligasi biasanya turun. Begitu juga sebaliknya.

Ketika bunga acuan turun, harga obligasi naik yang memangkas imbal hasilnya, membuka peluang bagi investor mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga penjualan dibanding perolehan. 

Surat utang pemerintah RI menjadi salah satu favorit para pemodal global ketika siklus penurunan bunga dimulai. Selisih imbal hasil yang masih relatif menarik, kini di 271 bps, ditambah rupiah yang potensial makin menguat ke depan, menjadikan surat utang RI incaran favorit para pengelola dana global.

"Dalam jangka menengah, kami berlanjut positif untuk surat utang dan valuta Asia terutama di pasar-pasar dengan imbal hasil tinggi," kata Joevin Teo Chin-Ker, Head of Investment Amundi Singapura, dilansir dari Bloomberg.

Bunga riil di negara-negara Asia (Dok. Bloomberg)

Bunga riil di seluruh ASEAN, menurutnya, sudah lebih tinggi dibanding tahun lalu yang memperlihatkan ada potensi penurunan bunga acuan yang akan memberi keuntungan pada pasar obligasi lokal.

"Ini adalah masa keemasan, golden age, bagi aset-aset fixed income di Asia khususnya di emerging market. Saya pikir akan menjadi hal yang tepat untuk menambah sedikit lagi durasi jika terjadi volatilitas," kata Neeraj Seth, Head of Asian Fixed Income BlackRock di Singapura.

Emas

Karyawati memperlihatkan emas logam mulia Antam di Butik Emas ANTAM, Jakarta, Selasa (16/72024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Harga emas dunia telah memperbarui rekor termahal sepanjang sejarah dan berhasil  membawa banderol emas lokal, produksi PT Aneka Tambang Tbk, yang sering menjadi acuan, turut memecahkan rekor.

Apakah peluang kenaikan harga emas ke depan masih tersisa? Tidakkah sudah terlalu mahal bila membeli sekarang? Dengan outlook bunga The Fed ke depan makin rendah, emas yang tidak memberikan imbal hasil akan semakin banyak diincar sebagai aset lindung nilai alih-alih dolar AS.

Sementara harga emas Antam banyak dipengaruhi harga global selain juga oleh kurs dolar AS. Beberapa bank investasi global sempat melansir prediksi bahwa harga emas dunia berpeluang menyentuh rekor baru hingga US$3.000 per troy ounce.

Emas memang sempat terkoreksi pasca putusan The Fed diumumkan pada Kamis kemarin. Namun, itu dipercaya koreksi kecil buntut aksi profit taking.

“Setelah reli jelang keputusan The Fed, menjadi masuk akal ketika pasar memilih untuk mundur teratur. Namun, outlook secara jangka menengah-panjang masih menjanjikan. Sepanjang inflasi tidak melonjak, suku bunga rendah akan membawa pasar lebih tinggi,” jelas Bret Kenwell dari eToro.

Bitcoin

Bitcoin. (Bloomberg)

Aset kripto Bitcoin mencatatkan kenaikan 2,8% pada Kamis siang, menembus US$62.000. Pemangkasan bunga The Fed jadi pemicu. Beberapa fund manager kakap seperti BlackRock bahkan menyebut, Bitcoin sebagai instrumen lindung nilai “yang unik” di tengah risiko global.

BlackRock dalam whitepaper yang dibagikan ke klien melihat, Bitcoin sebagai aset lindung nilai terhadap kemungkinan pecahnya krisis surat utang AS.

“Bitcoin memiliki 'sedikit eksposur fundamental' terhadap variabel makro yang memengaruhi kelas aset lainnya, demikian ditulis oleh BlackRock.

Penilaian itu mempertimbangkan faktor pasokan Bitcoin yang terbatas, sifat global, dan kemudahan transfer lintas batas.

“Kekhawatiran yang berkembang di AS dan luar negeri atas kondisi defisit dan utang federal AS telah meningkatkan daya tarik aset cadangan alternatif potensial sebagai lindung nilai potensial terhadap kemungkinan kejadian di masa depan yang memengaruhi dolar AS,” tulis analis BlackRock.

(rui/aji)

No more pages