Sultan Ibrahim mulai menjabat sebagai Raja Malaysia pada bulan Januari dalam sistem monarki bergilir negara tersebut, di mana sembilan penguasa turun temurun bergiliran menjabat selama lima tahun. Meskipun perannya sebagian besar bersifat seremonial, penguasa kerajaan kini semakin berpengaruh dalam menentukan kekuasaan politik di negara ini.
Menteri Perhubungan Malaysia, Anthony Loke, juga hadir dalam delegasi tersebut. Ia menyatakan kepada Bloomberg News pada Juli bahwa kabinet akan memutuskan kelayakan proyek kereta cepat ini pada akhir tahun. Tujuh kelompok lokal dan internasional, terdiri dari 31 perusahaan, telah mengajukan proposal, menurut MyHSR Corporation Sdn, badan pemerintah yang mengawasi proyek tersebut pada Januari tanpa menyebutkan nama mereka. Para penawar kemudian diseleksi hingga menjadi tiga, yang mencakup konsorsium YTL, Berjaya Land Bhd. milik taipan Vincent Tan, dan konsorsium China yang dipimpin oleh China Railway Construction Corp.
Dalam wawancara dengan Bloomberg pada Juli, Sultan Ibrahim menjelaskan bahwa proyek kereta cepat ini perlu diselaraskan dengan perlintasan perbatasan di Forest City, sebuah pengembangan properti di Johor yang merupakan hasil kerja sama antara Country Garden Holdings dari China dan perusahaan milik Sultan Ibrahim, sebuah badan pemerintah negara bagian Johor, dan lainnya.
Proyek kereta api ini bertujuan mengurangi waktu perjalanan antara Kuala Lumpur dan Singapura menjadi 90 menit dari lebih dari empat jam dengan mobil, dan diperkirakan menelan biaya hingga 100 miliar ringgit (sekitar Rp359 triliun). Proyek ini sempat ditunda oleh mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad pada tahun 2018 karena biaya tinggi, dan resmi dibatalkan pada tahun 2021. Namun, pemerintahan Anwar menghidupkan kembali proyek ini dengan syarat tidak menggunakan dana pajak.
Singapura juga harus menyetujui proyek ini agar dapat dilanjutkan. Perdana Menteri Lawrence Wong menyatakan pada bulan Juni bahwa dia terbuka untuk mendengarkan proposal baru mengenai jalur kereta cepat tersebut. China menunjukkan dukungan terhadap upaya Malaysia dalam mengembangkan infrastruktur, dengan Perdana Menteri Li Qiang menyatakan kesediaan untuk membantu saat kunjungan ke Malaysia pada bulan Juni lalu.
(bbn)